Rabu 30 May 2018 04:25 WIB

Semangat Ramadhan Kembali Bergelora di Mosul

Desember 2017 lalu, ISIS dipukul mundur dari Mosul.

Rep: Sri Handayani/ Red: Reiny Dwinanda
Warga Irak merayakan bebasnya Mosul dari cengkeraman ISIS di Lapangan Tahrir di Baghdad, Irak, Ahad, 9 Juli 2017.
Foto: AP Photo/Hadi Mizban
Warga Irak merayakan bebasnya Mosul dari cengkeraman ISIS di Lapangan Tahrir di Baghdad, Irak, Ahad, 9 Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Kota Mosul, Irak sempat tiga tahun dikuasai kelompok Daesh (ISIS). Di bawah kekuasaan kelompok tersebut, banyak warisan sosial Mosul yang tak bisa lagi digaungkan, salah satunya tradisi menabuh drum selama Ramadhan.

Seperti di Indonesia, menabuh drum salah sahur merupakan satu dari tradisi Ramadhan yang membentuk semangat perayaan bulan puasa di Mosul, Irak. Para penabuh drum Ramadhan yang dikenal sebagai "messaharati" adalah bagian dari warisan agama dan sosial Mosul.

Tradisi ini sempat dilarang oleh ISIS. Mereka menganggap kebiasaan menabuh drum sebagai dosa. Kota Mosul yang selama berabad-abad dikenal sebagai pusat perdagangan dan budaya Timur Tengah, hancur oleh perang di bawah kekuasaan ISIS.

Namun, sejak Ramadhan tahun ini, tradisi menabuh drum kembali hidup. Rayan Khalidi dan Ali Mahboub melakukan ronda malam dengan mengenakan keffiyeh dan jalabiya. Mereka memecah keheningan malam dengan menabuh drum, mengumumkan waktu sahur telah tiba.

Tak hanya di waktu sahur, semangat Ramadhan juga tampak menjelang saat berbuka puasa. Keluarga Muslim turun ke taman-taman di Mosul, di sepanjang Sungai Tigris. Mereka menikmati buka puasa di bawah pohon dengan suasana senja yang relatif sejuk.

Di seluruh kota, pria dan wanita berkumpul di kedai kopi dan restoran. Mereka mencengkeram pipa air nargileh atau merokok. Kebiasaan ini telah lama terenggut karena IS menetapkan hukum yang ketat. Mereka memisahkan orang dengan jenis kelamin berbeda dan melarang rokok dengan risiko hukuman fisik.

Kondisi di Mosul memang belum sepenuhnya kembali seperti semula. Sebagian warga yang dulu mengungsi kini telah kembali. Namun, mereka belum memiliki sumber pendapatan baru setelah rumah dan tokonya hancur.

Banyak keluarga kini masih menunggu peluncuran rekonstruksi dan bantuan kota untuk membantu mereka bangkit kembali. Di tengah suasana itu, "Moslawis" menghidupkan kembali tradisi lain, yakni meja panjang didirikan di jalan untuk memberi makan orang miskin.

"Ini adalah inisiatif yang indah dan khas dari orang-orang Mosul yang dikenal karena rasa solidaritas mereka, terutama di masa-masa sulit," kata Umm Mahmud, 45 tahun, seperti dikutip Saudi Gazette, Rabu.

Bagi warga Mosul, menikmati kembali semangat Ramadhan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Apalagi, bila mengenang masa-masa di bawah kekuasaan IS. Dulu, setelah waktu berbuka selesai, sebagian besar restoran dan kafe-kafe di Mosul menutup pintu mereka.

"Beberapa tetap terbuka untuk bisnis setelah buka puasa, tetapi orang-orang takut untuk pergi karena takut hukuman oleh ISIS yang selalu menemukan alasan untuk melakukan penangkapan," kata ibu rumah tangga berusia 29 tahun, Umm Raghed, mengenang.

Ramadhan adalah waktu untuk reuni keluarga di negara-negara Muslim. Tetapi, di Mosul, peristiwa seperti itu hanya terjadi beberapa jam. Mereka berbelanja untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk hidangan rumit yang terkenal di kota ini.

Di bawah aturan ISIS, perempuan tidak memiliki hak untuk pergi keluar, kecuali dalam kasus-kasus kebutuhan ekstrim. Seorang perempuan harus ditemani pria dan tubuhnya ditutup cadar hitam. Meski mengaplikasikan hukum Islam yang sangat ketat, para militan ISIS juga menghancurkan banyak masjid di Mosul.

"Sekarang kita harus memperhatikan untuk mendengar panggilan doa dari menara jauh untuk berbuka puasa," kata Hassan Abdelkarim, 26, yang saudaranya tewas ketika rumah mereka dibom tahun lalu.

Dalam kondisi itu, sulit mengetahui waktu yang tepat untuk berbuka puasa. Mereka tidak memiliki listrik, apalagi ponsel, sebagai pengingat waktu.

ISIS telah dipukul mundur dari Mosul di Irak dan Raqqa di Suriah sejak pertengahan 2017 lalu. Tahun ini menjadi Ramadhan pertama bagi warga Mosul dan Raqqa menikmati bulan puasa tanpa bayang-bayang kekerasan milisi ISIS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement