REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin mengaku kecewa jika zakat sebagai pengurang pajak belum bisa diakomodasi dalam RUU ZIS revisi UU 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Padahal, apabila hal tersebut bisa dilakukan maka bisa memberikan dampak positif baik terhadap pajak ataupun zakat itu sendiri. “Kecewa karena saat ini tidak mungkin,”kata dia.
Kepada Republika di Jakarta, Senin (21/3), Didin mengatakan karenanya ke depan diperlukan perjuangan dan langkah penyadaran yang lebih intensif dan massif. Pasalnya, frekuensi berdialog dengan pihak terkait baik Kementerian Keuangan ataupun Direktorat Pajak misalnya masih kurang.
Tetapi paling penting, kata Didin, harapan besar terletak pada DPR-RI. Semestinya DPR tidak sekadar fokus terhadap pembenahan sistem, regulasi dan pengawasan organisasi pengelolaan zakat. Tetapi, perlu pula memperhatikan aspek lain yang bisa berpengaruh bagi perkembangan dan peningkatan zakat di Tanah Air.
Karenanya, tutur Didin, kalaupun memang tidak bisa diakomodasi dalam pasal, DPR-RI diminta paling tidak membuat rekomendasi agar suatu saat zakat sebagai pengurang pajak langsung bisa diwujudkan dalam undang-undang. “Jika bisa direkomendasikan maka akan terjadi kajian bersama agar bisa diterima dengan hati terbuka,”kata dia.