REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Melody Moezzi, Executive Director lembaga nirlaba 100 People of Faith mengajak publik Barat untuk mencerna lagi makna teroris. "Ketika Anda mendengar kata "teroris," apa yang datang ke pikiran? Separatis Basque dengan kerudung putih? Anarkis mengenakan bandana dengan gambar bintang lima? Atau mungkin beberapa bom yang ditanam paria sayap kanan atau kiri di basement gedung?" tanyanya.
Menurutnya, meski ulah mereka adalah bentuk teror, namun mereka tak mendapat label itu. Dalam opininya di Huffington Post hari ini, pemenang Georgia Author of the Year Award dan Gustavus Myers Center for Bigotry and Human Rights Honorable Mention ini label "teroris" hanya ditempelkan pada "ekstremis Islam" atau lebih buruk lagi, untuk Islam itu sendiri.
Padahal, katanya, teror yang dilakukan ekstremis Muslim tak begitu banyak.
Menurut Laporan Tren dan Sutuasi Terorisme 2010 Uni Eropakatanya, dari 294 aksi teror telah gagal, digagalkan, atau berhasil terjadi pada tahun 2009 di enam negara Eropa - turun hampir 50 persen dari tahun 2007. Rincian serangan adalah 237 oleh kelompok-kelompok separatis; 40 oleh kelompok sayap kiri dan anarkis; empat oleh sayap kanan; sepuluh tanpa afiliasi yang jelas; dua oleh satu masalah kelompok, dan satu dengan apa yang disebut sebagai Islamis.
Namun, laporan ini menunjukkan, "terorisme Islam masih dianggap sebagai ancaman terbesar bagi negara-negara anggota, meskipun fakta bahwa hanya satu serangan teroris Islam - serangan bom di Italia - terjadi di Uni Eropa pada tahun 2009."
"Jadi, mengapa ini? Mengapa menurut sebuah jajak pendapat dari 1.600 warga Perancis dan Jerman baru-baru ini diterbitkan di Le Monde, 40 persen dari mereka menganggap Islam ancaman? Mengapa Swiss merasa terdorong untuk melarang menara masjid? Mengapa Amerika begitu banyak di lengan tentang pembangunan pusat komunitas Islam di pusat kota Manhattan?" ujarnya.
Menurutnya, ketakutan publik Barat terhadap Islam sudah sangat irasional. "Lihatlah statistik di atas; temui tetangga Muslim Anda dan yakinlah, hal ini bisa mengatasinya," katanya.
Ia juga menyebut ketakutan itu kontraproduktif. "Islamophobia jauh lebih mengancam daripada Muslim, karena itu merupakan bibit kebodohan dan kefanatikan," ujarnya.
Langkah ini juga bisa "mengasingkan" Muslim. "Jika Anda sudah pernah terasing atau terbuang, Anda tahu bagaimana membuat Anda rentan untuk radikalisasi. Itu sebabnya orang-orang bergabung geng; dan itu sebabnya orang menjadi teroris. Tidak ada yang lebih mengancam daripada membenci dan takut orang lain tanpa alasan," ujarnya.