REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) diminta membuka diri berdialog dan mengoreksi ajaran serta keyakinannya yang dinilai menyimpang. Langkah ini merupakan solusi alternatif jika Ahmadiyah tetap bersikukuh mengatasnamakan Islam dengan harapan persoalan JAI akan segera tuntas di tahun 2011. Demikian disampaikan Menteri Agama, Suryadharma Ali.
"Ahmadiyah harus membuka diri, untuk mengubah dan mengkoreksi ajaran yang dipahami sampai saat ini, seperti penyelewengan Kitab Suci dengan keberadaan Kitab Tadzkirah mesti diluruskan,"kata dia kepada Republika di Jakarta, Jumat (7/1).
Suryadharma mengemukakan, keinginan JAI untuk tetap bergabung dengan Islam merupakan sisi positif bagi Ahmadiyah. Hanya saja, JAI menerima informasi dan dakwah yang tidak utuh tentang Islam. Karenanya, upaya dialog untuk meluruskan pemahaman dan keyakinan Ahmadiyah perlu dilakukan oleh para alim ulama.
“Setelah lurus, setelah lurus terserah mau nama apa yang mereka gunakan, tapi kalau nyatakan Islam tapi Kitab Suci berbeda, ayat ayat berbeda yang digunakan berbeda dengan Alquran, pemahaman berbeda, ini yang agak susah, sekali lagi luruskan pemahaman mereka tentang Islam. Insya Allah tidak ada masalah,”kata dia.
Dikatakan Suryadharma, opsi membuka diri adalah alternatif dari dua solusi yang pernah dilontarkan sebelumnya. Opsi pertama eksistensi Ahmadiyah tetap dibiarkan begitu saja dengan keyakinan dan pemahamannya. Tetapi opsi ini tidak menyelesaikan masalah dan justru masalah akan terakumulasi.
Opsi yang kedua Ahmadiyah dibubarkan agar tidak terjadi akumulasi. Namun tetap saja akan menyisakan masalah meskipun jika dihitung-hitung dengan opsi membubarkan lebih ringan dan masalah bagi Ahmadiyah sendiri.
Suryadharma menegaskan, pernyataan yang pernah terlontar bahwasanya Ahmadiyah dibubarkan tidak boleh dipergunakan sebagai dasar bertindak anarkis. Sebab, tindak kekerasan dengan alasan apapun dan kepada siapapun tidak dibenarkan baik kepada umat Islam ke sesama Muslim ataupun ke Non Muslim sekaligus. “Itu mestinya dikutip oleh pengamat, jadi dengan alasan agama, politik, apapun lakukan kekerasan tidak boleh,”kata dia.
Lebih lanjut Suryadharma mengungkapkan, dalam kasus Ahmadiyah tidak berarti memasung kebebasan beragama. Kebebasan beragama tidak boleh melanggar batasan agama lain seperti melecehkan menodai, menistakan agama.
Karenanya, para pemeluk agama mesti memahami dan mendudukkan arti proporsional kebebasan beragama. “Kalau yang saya maksudkan menghina agama, melecehkan, menodai, menistakan agama, mengubah Kitab Suci dalam kasus Ahmadiyah Islam, apakah masuk dalam kebebasan? Saya rasa tidak,”ungkap dia.