Selasa 28 Dec 2010 03:44 WIB

MUI: Kajian Soal Intoleransi Perlu Dikritisi

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hasil laporan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyebut tingginya sikap intoleransi beragama di Indonesia sebaiknya dikaji dan dikritisi masyarakat. Pasalnya, semua informasi harus merujuk pada akurasi data dan fakta yang jelas, demikian pernyataan MUI tentang hasil penelitian yang dikeluarkan sejumlah NGO beberapa waktu lalu.

Ketua MUI, Amidhan berpendapat hasil penelitian soal intoleransi umat beragama harus mengacu pada aspek ilmiah yang harus dipertanggung jawabkan. Adapun aspek-aspek ilmiah tersebut mulai dari metode penelitian, respondennya dan dimana penelitian dilakukan, penjelasan istilah secara konkrit.

"Masalah tindak kekerasan beragama sampai sekarang masih terdapat silang pendapat. Kasus Ciketing misalnya dianggap kekerasan yang menganggu kebebasan beragama. Padahal, pemerintah secara tegas mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri (PBM) no 8 dan 9 tentang izin pendirian rumah Ibadah," paparnya.

Menurut Amidhan, apa yang terjadi dalam kasus Ciketing merupakan wujud terlanggarnya PBM oleh pihak yang mendapatkan perlakuan tindak kekerasan. Seharusnya aturan itu dijalankan sehingga tidak menyulut aksi provokasi yang mengarah pada tindak kekerasan.

Karena itu, Amidhan meminta masyakat untuk lebih kritis dan berhati-hati dalam melihat data dan fakta yang disebutkan dalam laporan hasil penelitian. "Di dunia, umat Islam selalu dipojokan. Maka tak heran apabila umat Islam tanah air mengalami hal serupa," paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, hasil riset yang dirilis sejumlah LSM menyebutkan Jabodetabek dan Jawa Barat merupakan kawasan yang cukup tinggi dalam hal intoleransi beragama. Fakta lain disebutkan pendirian rumah ibadah merupakan hal yang sensitif dikalangan warga Jabodetabek dan Jawa Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement