REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Pondok pesantren (ponpes) semakin tak menarik bagi masyarakat. Indikasi ini terlihat dari surutnya jumlah para santri yang menimba ilmu di ponpes.
Menurut pengasuh Pondok Pesantren Darul Ihsan, Samarinda, Kalimantan Timur, Fakhruddin, orientasi masyarakat saat ini cenderung pragmatis. Tujuan utama menyekolahkan anak mereka adalah mencari pekerjaan.
"Animo masyarakat kini terhadap pesantren lemah," ujar dia dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Rabithah Maahid Islamiyah (MI)-Nahdlatul Ulama (NU) dengan tema "Revitalisasi Peran Pesantren Sebagai Pusat Peradaban, di Cisarua, Bogor, Jabar, Rabu (3/10). Fakhruddin menyebutkan, di Kaltim terdapat kurang lebih 120 ponpes yang menghadapi persoalan sama, yaitu krisis minat masyarakat atas pendidikan agama terlebih ponpes.
Meski belum bisa diketahui angka penurunan secara pasti akan tetapi dia menduga cukup signifikan. Padahal, ponpes merupakan lembaga pendidikan yang dinilai efektif menanamkan moral dan mencetak para kader bangsa di bidang agama. Dia menyarankan perlu langkah-langkah konkret, baik dari para pihak terkait, meliputi pengasuh ponpes, pemerintah, dan masyarakat.
Ponpes, ujar Fakhruddin, perlu mengembangkan kurikulum dan program pendidikan dengan tetap mempertahankan karakter sebagai lembaga penempaan ilmu agama. Namun, upaya tersebut mutlak didukung oleh pemerintah. Sepatutnya pemerintah tak memandang sebelah mata para lulusan pesantren. Tak kalah penting, jelasnya, adanya langkah sosialisasi dan penyadaran masyarakat tentang pentingnya lembaga pendidikan agama dan sumbangsihnya membangun karakter bangsa.
Hal senada diungkapkan oleh Romdon, pengasuh Ponpes Al-Karimia, Yasina, Cigombong, Bogor. Penurunan kuantitas santri salah satunya di sebabkan oleh merebaknya ponpes-ponpes, baik yang mengadopsi salaf murni ataupun menerapkan pendidikan formal. Di Bogor tercatat sekitar 800 ponpes yang telah berdiri. Walau demikian, kecenderungan masyarakat yang pragmatis dinilai sebagai faktor utama menurunnya kuantitas santri.
Memang diakui, kata Romdon, rendahnya kualitas sejumlah ponpes menyebabkan berkurangnya minat masyarakat. Oleh karena itu, dari sisi internal, ke depan ponpes harus meningkatkan mutu pendidikan.
Ponpes mesti membuka diri terhadap perubahan-perubahan, ujarnya, dengan mempertahankan jati diri sebagai lembaga pendidikan agama. Pemerintah diharapkan lebih aktif memberikan dukungan, baik prasarana, pengembangan jaringan, atau pemberian pelatihan wirausaha.
Ia berharapn ponpes tetap bisa melahirkan generasi muda Islam yang diperlukan masyarakat. "Pemerintah tak boleh abai dengan ponpes sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia," kata Romdon.