Rabu 01 Sep 2010 23:21 WIB

Bagaimana Media Barat Memandang Perempuan Muslim?

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Wanita Muslim
Wanita Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perempuan muslim tengah menjadi sorotan. Demikian catatan kaki pemimpin redaksi Muslimah Media Watch Fatemeh Fakhraei saat menulis sebuah artikel yang dimuat CNN baru-baru ini.

Dalam artikelnya, Fatemeh mengaku menyayangkan, perempuan muslim menjadi perbincangan masyarakat barat dan dunia bukan karena prestasi atau keberhasilan mereka. Perempuan muslim, menurut Fatemeh, dilirik karena busana yang digunakan. "Mayoritas pembicaraan tentang perempuan muslim adalah tentang larangan burka. Di Perancis misalnya, larangan burka telah menjadi menu utama negeri itu bahkan telah berkembang menjadi menu perbincangan dunia internasional," tulis fatemeh.

Kontributor majalah Atmuslimmah ini juga melihat perbincangan larangan burka berkembang hingga persoalan ideologi. Dengan mengutip salah satu tulisan, niqab atau penggunaan kerudung merupakan suatu ideologi yang menginginkan perempuan menghilang atau tidak terlihat dan menjadi bentuk perbudakan baru yang dipandang Perancis melanggar prinsip negara itu.

Namun ada pula, kata Fatemeh, artikel yang memuji burka dan pakaian yang menutup merupakan bagian dari identitas sembari mengutuk larangan terhadap burka sebagai bagian dari erosi kebebasan dan bertentangan dengan hak asasi manusia. "Sangat sedikit sudut pandang dari perempuan yang mengenakan kerudung atau burka, tidak ada pula artikel yang menghadirkan perempuan non muslim yang langsung dipengaruhi larangan tersebut. Pandangan yang luas sekalipun tidak bisa secara langsung diartikan sebagai suara hati seseorang," tulisnya.

Berbicara tentang apa yang dikenakan perempuan muslim, Fatemeh mengatakan ada sejumlah artikel yang memunculkan daya tarik. LA Times misalnya, kata Fatemeh, harian ternama di AS itu menceritakan kepada pembacanya tentang fesyen kerudung melalui artikel berjudul "Terbungkus dalam gaya".

Sementara itu, paparnya, industri fesyen di Inggris memberikan kesempatan kepada perancang muslim untuk menampilkan karyanya. Dua jenis informasi ini dinilai Fatemeh sangat positif ketimbang mengkritik larangan penggunaan burka yang dianggap masyarakat barat sebagai sesuatu yang aneh dan jauh dari peradaban modern. "Masyarakat barat begitu tertarik melihat fesyen jilbab. Tapi tetap saja, perempuan muslim hanya diperhatikan bukan karena prestasinya tetapi apa yang dikenakannya," keluhnya.

Setelah fesyen kerudung, perbincangan lain tentang perempuan muslim berlanjut pada terpilihanya seorang permepuan keturunan Arab-AS yang berhasil memenangkan kontes Miss USA. Perempuan bernama Rima Fakih ini sukses menyingkirkan pesaingnya sebagai perempuan tercantik di AS. Fatemeh menilai kemenangan Rima Fakih dilatar belakangi karena keberaniannya mengenakan pakaian yang memperlihatkan aurat ketimbang keaktifannya dalam menjalankan ibadah puasa.

Dipenghujung tulisan, Fetemeh juga menyoal kabar dari Afganistan yang ditulis Time tentang perempuan berusia 19 tahun yang dipotong hidung dan kupingnya lantaran lari dari mertuanya. Time dinilai Fetemeh hanya melihat bentuk kekerasan yang mengakibatkan perubahan tampilan pada perempuan bernama Aisha bukan bagaimana cara perempuan itu mengatasi penderitaan dan tekanan yang dihadapinya.

"Dalam halaman depan, Aisha menjadi simbol peringatan terhadap rencana pasukan AS meninggalkan Afganistan dan kebrutalan Taliban," kata dia. Fatemeh kemudian menyimpulkan sebagaian pemberitaan media di tahun 2010 lebih dominan menyampaikan apa yang dikenakan perempuan muslim bukan pada keberhasilan atau prestasi perempuan muslim. "Kepopuleran perempuan muslim justru ibarat berdiri ditengah matahari yang siap secara perlahan membakar mereka," ujarnya.

BAZNAS menyempurnakan Zakat Anda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement