Kamis 22 Jul 2010 21:28 WIB

Menjadikan Hidup Laksana Berbisnis

Red: irf
ilustrasi
ilustrasi

Oleh Nasrudin Jasan

Hidup di dunia laksana seseorang yang sedang berbisnis. Ia akan selalu dihadapkan antara untung dan rugi. Hidup ini juga tak ubahnya sebagai tempat berinvestasi, tempat bertanam, medan untuk mengumpulkan kebaikan (amal saleh), atau sebaliknya ‘menabung’ keburukan dan dosa-dosa.

Apa pun yang kita perbuat selama mengarungi hidup ini pasti ada konsekuensi yang akan didapatkan, baik ketika masih hidup maupun setelah mati. Konsekuensi logis yang akan diterima kelak bisa dalam bentuk kebaikan dan keselamatan, tetapi bisa pula kesengsaraan dalam kehidupan yang abadi, yaitu di alam kubur dan akhirat.

Di dalam Alquran, hal ini telah disinyalir oleh Allah SWT, “Maka, siapa yang mengerjakan kebaikan walau seberat zarah (ditafsirkan seperti atom), niscaya dia akan melihat balasannya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat balasannya pula.” (QS Alzilzaal [99]: 7-8).

Dalam peribahasa, disebutkan bahwa siapa yang menanam, dia pula yang akan memetik hasilnya. Artinya, siapa yang menanam kebaikan, rajin ibadah dan beramal saleh, niscaya ia akan memperoleh pahala dan hidupnya akan selamat, baik di dunia maupun di alam akhirat.

Sebaliknya, siapa saja yang berbuat jahat, melakukan kemaksiatan, menzalimi orang lain, dan meninggalkan perintah Allah, ia akan mendapatkan dosa dan pada hari pembalasan kelak hidupnya akan sengsara meskipun di dunia tampak bahagia.

Tanpa kita sadari, sebenarnya di dalam diri kita terdapat energi positif dan negatif yang selalu tarik-menarik antara bisikan malaikat dan bujukan iblis la’natullah ‘alaih. Apabila dalam hidup ini kita senang memberikan energi positif, balasan kebaikan dan pahala pasti akan kita terima. Sebaliknya, bila kita gemar mengeluarkan energi negatif, kita juga akan mendapat kesengsaraan dan kesulitan hidup. Karena itu, sudah sepatutnya kita memfokuskan semua energi dalam tubuh kita hanya untuk meraih rahmat dan ridha-Nya.

Allah berfirman, “Berbekallah karena sebaik-baik bekal adalah takwa.” Hal ini menandakan bahwa takwa adalah bekal terbaik yang harus kita bawa untuk menghadap Sang Khalik demi mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita selama hidup di dunia.

Takwa adalah ‘penutup jasmani’ yang dapat menyelamatkan kita dari sengatan api neraka. Ia merupakan tiket masuk surganya Allah SWT dan orang yang muttaqin akan memperoleh kesenangan selama-lamanya. Tentunya, takwa dalam arti sesungguhnya, yakni benar-benar mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya. Wallahua’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement