REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peradaban Islam dibangun atas prinsip fleksibilitas. Peradaban Islam selain menekankan kemurniaan di saat sama juga menampung budaya lokal. Oleh karena itu, keistimewaan peradaban Islam tidak hanya terletak pada unsur dimensi spiritual yang kental akan tetapi juga dibangun atas tradisi-tradisi yang berlaku di masyarakat.
Demikian disampaikan Prof Nico Kaptein, Guru Besar Sejarah dan Antropologi Universitas Leiden Belanda, saat menyampaikan orasi ilmiah pada acara forum PPP mendengar dengan tajuk 'Perkembangan Peradaban Islam' di Jakarta, Senin (14/6).
Nico menjelaskan, peradaban Islam kaya dengan budaya-budaya lokal yang diadopsi dan diselaraskan dengan nilai-nilai Islam. Menurut dia, sisi inilah yang membuat Islam mudah diterima oleh penduduk dimanapun mereka tinggal. ''Islam tidak menolak kebudayaan lokal secara frontal,'' katanya.
Nico mengemukakan, salah satu contoh persinggungan Islam dengan budaya ialah tradisi perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Menurut dia, perayaan maulid Nabi merupakan tradisi baru yang belum pernah ada ketika Rasulullah masih hidup. Akibatnya, umat Islam berselisih pendapat tentang hukum perayaan maulid Nabi. ''Perayaan maulid Nabi kontroversial dan dianggap bida’ah,'' ujarnya.
Menurut Nico, perayaan maulid Nabi pertama kali diperkenalkan oleh Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah Ismailiyah di Mesir. Selain itu, peringatan maulid Nabi pernah dilakukan oleh penguasa yang tersohor alim di Maushul, Irak yaitu Zafaruddin. Dan saat ini, imbuh dia, maulid Nabi banyak dirayakan oleh umat Islam di belahan dunia tak terkecuali Indonesia.