Oleh A Ilyas Ismail
Diceritakan, pada suatu hari ada orang Arab pedalaman kencing di masjid Nabi di Madinah. Terang saja para sahabat geram dan ingin memukul orang itu. Namun, Rasulullah SAW mencegahnya, dan kemudian menyuruh para sahabat 'kerja bakti' menyiram dan membersihkan air seni laki-laki tak kenal sopan santun itu. (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang Kitab Fath al-Bari, riwayat ini memperlihatkan dengan jelas sikap toleransi Nabi SAW dan keluhuran budi pekertinya. Beberapa pelajaran penting, lanjut al-Asqalani, dapat pula dipetik dari kisah ini.
Pertama, kita harus bersikap kasih dan lembut (al-rifq) kepada orang yang melakukan kesalahan karena tidak tahu dan tidak sengaja (al-jahil). Kedua, kita wajib mendidik dan mengajarinya agar ia berbuat baik dan sopan sesuai akhlak Islam. Ketiga, kita tidak boleh kasar dalam mencegah perbuatan munkar, baik dengan kata-kata apalagi dengan perbuatan (tindakan).
Toleransi tak hanya dalam soal agama seperti contoh di atas, tapi juga dalam bidang sosial kemasyarakatan dan sosial ekonomi. Rasulullah SAW bersabda: “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada seseorang yang bersikap toleran sewaktu ia menjual, membeli, dan sewaktu menagih utang.” (HR Bukhari dari Jabir ibn Abdillah). Dalam riwayat lain, terdapat tambahan kata, “fa dakhala al-jannah” (kemudian orang itu masuk surga). (HR Ahmad dari Usman ibn Affan).
Dalam hadis ini, menurut Ibn Bathal, terkandung pesan agar umat Islam bersikap toleran dan menjunjung tinggi keluhuran budi pekerti dalam bisnis. Sikap seperti ini akan mendatangkan kebaikan (berkah) bagi para pelaku bisnis. Doa Nabi kepada orang yang toleran dalam hadis ini, lanjut Ibn Bathal, mengandung makna keberuntungan secara finansial (keuangan) di dunia, dan kemujuran secara spiritual di akhirat.
Dalam buku Syu`ab al-Iman, Imam Baihaqi memberikan penjelasan tambahan. Dikatakan, orang yang toleran adalah orang yang tidak menuntut banyak mengenai hak-haknya, tetapi membayar tunai apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya. Dicontohkan, ketika sakit tak ada teman yang menjenguk, pulang dari luar negeri tak ada yang menyambut, saat berbicara tak ada yang mendengarkan, ia tidak lantas marah-marah dan memaki-maki. Ia tetap toleran, sabar, dan berbesar hati.
Sikap toleran, seperti semua sifat yang terpuji, menurut Baihaqi, dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pembelajaran dan pembiasaan (learning habits). Diakui, proses pembelajaran ini akan berjalan lebih cepat dan produktif bila didukung faktor bawaan dan lingkungan, yaitu keluarga dan pergaulan. Jadi, kalau mau, kita pun bisa menjadi toleran, baik sebagai individu maupun bangsa. Wa Allahu A`lam.