Oleh KH Didin Hafidhuddin
Zakat berarti bersih, berkah, tumbuh, dan berkembang. Artinya, setiap orang yang berzakat dari harta yang didapatkannya secara halal dan benar, dipastikan akan bersih, berkah, tumbuh, dan berkembang. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS Attaubah: 103.
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan serta menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Juga, firman-Nya dalam QS Arruum: 39. "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)."
Zakat ditetapkan berdasarkan nas-nas Alquran dan Hadis Nabi yang bersifat qath'i sehingga kewajibannya bersifat mutlak dan sepanjang masa. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan, zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan berjalan terus selama Islam dan kaum Muslimin ada di muka bumi ini. Kewajiban tersebut tidak dapat dihapuskan oleh siapa pun.
Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran Islam. Ia merupakan ibadah taqarrub kepada Allah. Maka itu, diperlukan keikhlasan saat menunaikannya. Zakat juga merupakan ibadah utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.
Sementara itu, pajak keberadaannya sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Di negara kita, hukum pajak bersumber pada UUD 1945 dan undang-undang turunannya, seperti UU No 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Tentu saja, selain memiliki kewajiban membayar zakat, setiap Muslimin juga berkewajiban membayar pajak. Seperti dikemukakan dalam UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab IV Pasal 14 ayat (3) bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada badan atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba (pendapatan) sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun antara zakat dan pajak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip, keduanya merupakan harta amanah yang harus disalurkan tepat sasaran dan sesuai ketentuan.
Amil zakat yang menyelewengkan dana zakat, berdosa besar kepada Allah SWT dan khianat kepada sesama manusia. Dan, petugas pajak yang menyelewengkan dana pajak untuk memperkaya diri sendiri merupakan orang yang berbuat dosa besar di sisi Allah SWT. Hal tersebut adalah pengkhianatan yang sangat menjijikkan.
Kasus manipulasi pajak yang melibatkan oknum para penegak hukum merupakan sebuah bentuk pengkhianatan yang pelakunya harus dihukum sangat berat. Sehingga, hukuman itu memiliki efek jera agar pelakunya tidak melakukannya kembali. Wa Allahu A'lam.