Rabu 08 Feb 2023 23:44 WIB

Gerak Bersama Aktivis Mesir Cegah Sunat Perempuan dan Dukungan Kuat Fatwa Al Azhar

Sunat perempuan masih menjadi budaya kuat di Mesir dan sekitarnya

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Wanita Mesir (ilustrasi).  Sunat perempuan masih menjadi budaya kuat di Mesir dan sekitarnya
Foto: AP/Nasser Nasser
Wanita Mesir (ilustrasi). Sunat perempuan masih menjadi budaya kuat di Mesir dan sekitarnya

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Kekerasan berbasis gender terus merusak komunitas dan menghambat kemajuan di seluruh dunia. 

Pada Hari Internasional Menentang Mutilasi Alat Kelamin Perempuan, The New Arab belajar tentang bagaimana sebuah pusat di Mesir memulihkan harapan dan martabat perempuan yang terkena dampak. 

Baca Juga

"Kami dapat memulihkan apa yang diambil dari kami." Ini adalah seruan di antara para wanita yang menjalani prosedur restorasi sebagai tanggapan atas trauma yang disebabkan  Mutilasi Alat Kelamin Wanita (FGM). 

Pada Hari Internasional Tanpa Toleransi untuk Mutilasi Alat Kelamin Perempuan, perjalanan menyakitkan para penyintas FGM terungkap sekali lagi. 

 

Namun, dengan kecepatan yang meningkat, pusat restorasi memberikan harapan bagi perempuan saat mereka berusaha memulihkan tubuh mereka dan menghapus ingatan traumatis tentang mutilasi. 

Melalui perjalanan para penyintas seperti Noura dan Amina, kita mendengar tentang rasa sakit fisik dan psikologis mereka serta jalan panjang menuju pemulihan. 

Pusat Pemulihan di Mesir menyediakan pendekatan multi-aspek untuk penyembuhan, menawarkan perawatan psikologis, bimbingan hukum, dan pembedahan untuk memulihkan fungsi dan penampilan fisik. 

Dengan langkah gemetar dan hati yang berat, Noura Muhammad berjalan memasuki Pusat Pemulihan , bertekad untuk menaklukkan rasa takut yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Dia sedang mencari pengobatan untuk efek traumatis FGM perempuan, sebuah pengalaman yang tidak akan pernah dia lupakan. 

Saat dia mengenang malam yang menentukan itu, dia ingat dibawa ayahnya dan seorang wanita yang memegang nampan berisi alat tajam, pisau bedah, kain kasa, dan kapas, di hutan belantara terpencil di Mesir Hulu.

Noura Muhammad, mantan korban prosedur traumatis ini mengatakan, pengalaman menakutkan itu dia alami pada 2003 silam lalu. 

“Pada 2003, saya berusia 13 tahun di sebuah desa kecil terpencil di Mesir Hulu. Ayah dan ibu saya mengikat dan memeluk saya ketika seorang wanita dengan nampan berisi alat tajam melakukan prosedur tersebut,” ungkapnya dilansir dari New Arab, Rabu (8/2/2023). 

Keesokan harinya, Noura melarikan diri dari rumahnya dan tidak pernah melihat ke belakang tetapi sekarang bergumul dengan kemiskinan dan rasa sakit. 

Tetap saja, dengan bantuan Pusat Pemulihan , dia dapat menemukan pelipur lara mental dan fisik, "Ini untuk memulihkan kepercayaan diri saya," tambah Nora. 

Noura berjuang malam itu, baik secara fisik maupun mental. Meski menghadapi kemiskinan, rasa sakit, dan kesulitan selama 19 tahun, dia akhirnya sembuh dan menemukan kedamaian. 

Dia mengabdikan hidupnya untuk membantu orang lain sebagai perawat, menggunakan pengalamannya untuk membuat perbedaan dalam kehidupan orang-orang di sekitarnya. 

Namun terlepas dari rasa sakit dan ketakutannya, Noura masih mencari perlindungan dari masyarakat kejam yang tidak akan meninggalkannya sendirian. Ketakutan inilah yang akhirnya membuatnya masuk ke Pusat Pemulihan untuk menerima bantuan.  

Melalui terapi dan operasi, Noura akhirnya menyadari apa yang terjadi malam itu. Dia terus sembuh dan tumbuh tetapi masih kesakitan. Meski demikian, Noura berkata, “Saya tidak akan pernah melupakan hari yang mengubah hidup saya selamanya,” ujar Noura. 

Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?  

Wanita lain yang menjalani operasi restorasi, Amina Aziz sempat tidak percaya bahwa ada pusat pemulihan bagi kaum wanita dari efek FHM perempuan. Iya yakin, ini merupakan balasan dari Allah dari kesabarannya selama ini.  

"Saya tidak pernah berpikir saya akan mendengar tentang sebuah pusat yang memulihkan kerusakan yang disebabkan oleh FGM,” ujar Amina. 

Ibu Amina menyebutkan dalam sebuah wawancara dengan The New Arab  bahwa dia mencoba untuk menghentikan FGM Amina. Namun dia mengaku tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan suaminya. 

“Saya mencoba mengingatkan ayahnya bahwa Syariah melarangnya, tetapi saya tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Saya tidak bisa,” ujar Amina.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement