Rabu 22 Mar 2017 09:20 WIB

Dorong Kebangkitan Islam, Ulama Serukan Hidupkan Waqaf Kembali

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agus Yulianto
Tradisi wakaf (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tradisi wakaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negeri dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia. Anugerah ini bisa menjadi modal bagi kebangkitan dan persatuan umat dalam memajukan segala sisi kehidupan. Termasuk membangkitkan kembali budaya positif di masa kejayaan Islam.

Salah satu hal yang perlu dicontoh dan dihidupkan kembali adalah waqaf yang selama ini terabaikan. Saat ini kebanyakan para donatur memberikan bantuan dalam bentuk biasa atau mengikuti umumnya, seperti sedekah, zakat ataupun infaq.

"Waqaf berperan besar di masa kejayaan Islam. Namun, sayangnya kini diabaikan, fokusnya hanya pada sedekah dan zakat. Padahal, ada konsep waqaf dimana bantuan finansial bersifat produktif. Ini banyak membantu lembaga-lembaga Islam yang membutuhkan biaya operasional yang cukup besar," kata Ustaz Asep Sobari, Pendiri Sirah Community Indonesia (SCI), Rabu (22/3).

Konsep waqaf memiliki cakupan yang luas, ada beragam bentuk dan fungsinya. Selain waqaf untuk pendidikan, dikenal juga waqaf untuk rumah sakit, sosial, militer bahkan untuk kebutuhan ulama. “Waqaf sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, diikuti para sahabat dan kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh besar Islam lainnya di masa kekhalifahan."

Rasulullah SAW sendiri mewaqafkan beberapa kebun kurma, benteng, pasar dan juga lainnya untuk kaum dhuafa. Hal ini juga diikuti para sahabat nabi semasa kekhalifahan.

Sedangkan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, mewaqafkan lahan perkebunan. Hasil dari lahan perkebunan ini diwaqafkan untuk tunjangan hidup ulama dan satu generasi keturunannya. Contohnya Syekh al-faqih asy-Syabrawi yang mendapatkannya.

"Jadi, ulama-alim yang tidak sempat bekerja bisa fokus mengajar, menulis dan melakukan kegiatan-kegiatan keilmuan lainnya untuk membangun generasi yang berkualitas keislaman dan keimanannya," ujarnya.

Dalam persiapan merebut kembali al-Quds di bawah pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi tidak lepas dari jasa waqaf al-Ayyubi. Khususnya, dalam mendukung pos-pos dan jaringan keilmuan. Selain waqaf lahan perkebunan, al-Ayyubi juga mewaqafkan kompleks kerajinan perhiasan untuk membiayai madrasah Nashiriyah bermadzhab Syafi’i.

Waqaf al-Ayyubi luar biasa besar. Selain lahan perkebunan untuk madrasah Nashiriyah ia juga mewaqafkan kompleks  pertokoan kertas dan lahan dua desa di Fayyum, 23 kios di Suwaiqa Amir al-Juyusy, bab al-Futuh, dan kawasan Burjuwan, pemandian umum, bakery, dan penghasilan  Jazirah al-Fil. Semua waqaf ini untuk membiayai madrasah Qamhiyyah bermadzhab Maliki, Madrasah Suyufiyah bermadzhab Hanafi dan Madrasyah Syafiiyah dekat makam imam asy-Syafii.

Selain bidang pendidikan, al-Ayyubi juga mewaqafkan untuk keperluan sosial. Di antaranya mewaqafkan lahan dan penghasilan daerah nastru (pesisir) dengan penghasilan sektor perikanan mencapai 17.500 dinar. Waqaf ini untuk menyediakan kebutuhan golongan janda dan anak yatim.

“Sebenarnya dengan menjalankan waqaf maka kebutuhan-kebutuhan lembaga-lembaga keislaman, sosial dan lain-lain bisa selesai. Kita tidak perlu lagi meminta-minta. Waqaf produktif itu bisa mencukupi makanya harus dihidupkan kembali," ujar Asep.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement