REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Awalnya saya selalu menolak agama. Saya tak pernah berpikir akan adanya eksistensi Tuhan yang mengusai alam semesta. Tapi kini, saya seorang Muslim," ungkap Terry Holdbrooks (34 tahun), seperti dikutip AboutIslam.net, Rabu (8/3).
Pada masa mudanya, Terry pernah bertugas sebagai penjaga penjara Guantanamo, wilayah kemiliteran AS yang berlokasi di Kuba. Ia pertama kali tiba di sana pada 2003 saat berusia 19 tahun.
Banyak narapidana Guantanamo yang menjadi tahanan lantaran dituduh sebagai kelompok teroris oleh Pemerintah AS. Sejak peristiwa runtuhnya menara kembar WTC, militer AS menyasar negara-negara mayoritas Muslim dalam rangka melumpuhkan jaringan Alqaidah.
Siapa sangka, pekerjaan di Guantanamo ternyata mengantarkan Terry kepada hidayah. Pria mengubah namanya menjadi Mustafa Abdullah itu menuturkan pengalaman hidup sebagai mualaf di Islamic Center Bloomington, Amerika Serikat.
Sejak remaja, Terry sangat senang menghabiskan waktu untuk hura-hura. Ia kerap mabuk-mabukan bersama kawan-kawannya. Penyuka musik hard rock tersebut sejak kecil dididik tidak mengakui eksistensi Tuhan alias ateis.
Tumbuh besar di Arizona, AS, Terry merupakan anak semata wayang. Sayangnya, kedua orang tuanya bercerai ketika Terry baru berusia tujuh tahun. Ia kemudian diasuh oleh kakek neneknya yang semasa remaja termasuk kelompok hippies. Dalam lingkungan demikian, pola pengasuhan begitu kering akan nilai-nilai spiritual.
Terry sangat membenci kemiskinan yang dialaminya sejak kecil. Dia memiliki impian menjelajahi dunia luas dan bebas. Dalam masa kuliah, Terry mendaftarkan diri di dinas kemiliteran. Tujuan utamanya membiayai sekolah.
Namun, ia menilai, dunia militer juga sesuai dengan sifatnya yang keras. Pos pertamanya adalah Military Police Company 253. Beberapa lama di sana, Terry kemudian dikabarkan akan dikirim ke Guantanamo.