Rabu 17 Jan 2018 00:31 WIB

Baitul Maqdis Indikator Kekompakan Umat Islam

Rep: Harun Husein/ Red: Agus Yulianto
Baitul Maqdis
Foto: hizbut-tahrir.or.id
Baitul Maqdis

REPUBLIKA.CO.ID, Baitul Maqdis atau Al Quds atau Yerusalem, adalah indikator penting untuk melihat kondisi umat Islam. Apakah umat Islam kuat atau lemah, bersatu atau terpecah, akan dengan cepat berdampak pada kota ini. Kota yang memang sangat diinginkan oleh para penguasa dan bangsa-bangsa, terutama penganut agama Abrahamik.

Ya, sejarah selalu berulang. Bila umat Islam sedang kuat dan bersatu, maka Baitul Maqdis selalu berada dalam naungan Islam. Sebaliknya, jika umat Islam sedang lemah dan berpecah, maka Baitul Maqdis selalu lepas ke tangan orang lain. Tarikh Islam, sejak era Khulafaur Rasyidin sampai dengan zaman now, merupakan cermin yang sangat jelas menunjukkan hal itu.

Pembebasan pertama

Kabar gembira (bisyarah) pembebas an kota para nabi itu, sudah disampaikan Nabi Muhammad SAW. "Perhatikan enam tanda-tanda hari Kiamat: pertama, wafatku; kedua, penaklukan Baitul Maqdis...." (HR Bukhari No 3217 dari sahabat'Auf bin Malik RA). Dan, realisasi bisyarah segera cepat ter wujud, tepat berurutan seperti yang disam paikan Nabi. Sebab, pembebasan itu hanya berlangsung kurang dari lima tahun sejak wafatnya Sang Nabi. Nabi wafat pada Juni 632. Sedangkan, Baitul Maqdis dibebaskan pada April 637. Pembebasan itu terjadi 17 ta hun sejak peristiwa Isra' Mi'raj yang ber langsung pada tahun 620.

Pembebasan pertama ini, merupakan yang paling mulus. Ini sekaligus memper lihatkan kekuatan Islam yang sedang me mun cak. Betapa tidak, setahun sebelum Khalifah Umar memasuki Baitul Maqdis, pa sukan Muslim lebih dulu mengalahkan dua superpower, yaitu Romawi Byzantium dan Sassanid Persia, dalam dua perang habishabisan dan menentukan jalannya sejarah, yaitu Perang Yarmuk dan Perang Qadisiya.

Romawi Byzantium dikalahkan secara telak dalam Perang Yarmuk oleh pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid. Sedangkan, Sassanid Per sia dikalahkan, juga secara telak, dalam Pe rang Qadisiya, oleh pasukan Muslim yang dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash. Kedua kemenangan desesif tersebut berhasil diraih kendati pasukan Islam berjumlah sedikit dan tertinggal dari sisi teknologi. Bisyarah penaklukan kedua adikuasa itu juga pernah disampaikan Nabi: "Jika Kisra binasa maka tidak akan ada lagi Kisra lain sesudahnya dan jika Kaisar binasa maka tidak akan ada lagi Kaisar lain sesudahnya.

Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh kalian akan mengambil perbendaharaan kekayaan keduanya di jalan Allah" (HR Bukhari). Peristiwa itu kemudian terjadi. Setelah Perang Qadisiya yang diikuti pembebasan Al Madain (Ctesiphon), ibu kota Sassanid- Per sia, sisa pasukan terakhir Persia dikalah kan dalam pertempuran Nihawand pada 642. Setelah itu kekaisaran Persia tamat, dan tak pernah ada lagi kisra yang muncul.

Sedangkan, riwayat kekaisaran Romawi berakhir dengan penaklukan Konstantino pel, ibu kota Romawi Byzantium, oleh Mu hammad Al Fatih pada tahun 1453, dan sete lah nya kekaisaran Romawi pun tutup buku. Memang, di Barat, pada saat itu, sempat muncul pula Kekaisaran Romawi Suci (Holy Roman Empire), dengan kaisar terkenalnya yang bernama Charlemagne. Kekaisaran ini beribu kota Aachen, yang merupakan kota bekas tempat mantan presiden BJ Habibie menimba ilmu di Jerman. Tapi, betapapun namanya mirip, dan kaisar Romawi Suci ini dimahkotai oleh Paus di Roma, namun tidak ada hubungan genealogis dengan kekaisaran Romawi yang didirikan Augustus Caesar.

Setelah menang dalam dua peperangan besar tersebut, pasukan Muslim kemudian menuju Baitul Maqdis, dan mengepungnya selama enam bulan, sejak November 636 sampai dengan April 637. Akhirnya, Yerusa lem menyerah dengan syarat, kota itu dise rah kan langsung kepada Khalifah Umar bin Khattab. Dan, kunci kota itu kemudian diserahkan oleh Patriark Sophronius, wakil Romawi Byzantium di Yerusalem, kepada Khalifah Umar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement