Sabtu 21 Feb 2015 14:54 WIB

Ulama Kini, tak Banyak Menulis Buku

Irfan Hamka
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Irfan Hamka

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hannan Putra

JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Hadis, Dr KH Lutfi Fathullah mengatakan kemauan para cendekiawan Tanah Air untuk menulis masih kurang. Banyak ulama masyhur, tetapi mereka tak mempunyai karya buku.

"Mestinya sudah banyak yang bisa menulis buku. Tapi, karya yang dihasilkan masih sangat minim. Ini sangat kita sayangkan," ungkap pakar hadis alumnus perguruan tinggi di Syria dan Yordania ini menjelaskan.

Di antara penyebabnya, kata Lutfi, banyak cendekiawan Muslim di Tanah Air yang merasa rendah diri untuk melahirkan buku. Ada yang tidak terbiasa menulis, ada pula yang terang-terangan tidak akan menyentuh dakwah bil kitabah ini.

 

"Menulis itu bukan hal yang mudah. Banyak ulama yang hebat, tapi belum tentu mereka bisa menulis. Banyak juga yang merasa dirinya belum pantas untuk menulis," ujar Kiai Lutfi menerangkan.

"Banyak yang merasa dirinya dari awal, Ente belum berhak untuk menulis. Padahal, menulis itu dibiasakan. Tak perlu menulis sesuatu yang berat dulu, tapi mulailah dari pembahasan yang sederhana dan ringan-ringan," katanya.

Selain itu, para pelajar Islam membatasi diri dengan buku-buku yang sudah ada. Mereka dimanjakan dengan pembahasan-pembahasan ulama terdahulu yang dianggap sudah terlalu komplet menuntaskan khazanah keilmuan Islam.

"Kita terlalu mengandalkan buatan orang. Kita mencukupkan diri dengan membaca buku-buku yang sudah ada. Mengapa kita tidak menulis dan membaca buku-buku karya kita sendiri?" ujarnya menjelaskan.

Putra Buya Hamka, Irfan Hamka, menambahkan, para cendekiawan sekarang harus banyak belajar dari ulama zaman dulu soal penulisan buku. Zaman dulu, para ulama menulis buku dengan manual dengan segala keterbatasan. Namun, karya yang bisa mereka lahirkan sangatlah banyak.

"Zaman dulu, 500-1.000 tahun lalu, para ulama itu saling berlomba untuk melahirkan buku. Mereka saling bersilaturahim dan sering berdiskusi soal agama. Kemudian, itu tidak lewat begitu saja. Mereka tuangkan itu dalam tulisan," ujar Irfan.

Irfan menambahkan, ulama dahulu sangat menjunjung tinggi idealisme mereka sebagai Muslim. "Lihat buku-buku yang dihasilkan. Mereka tegas, mana yang halal dan mana yang haram. Kode etik mengenai khilafiyah saja misalkan. Itu ketat sekali," paparnya.

Seperti sang ayah, Buya Hamka. Dalam berbagai karya buku yang dihasilkan Buya terkesan tegas jika menyangkut persoalan hukum Islam.

"Buya Hamka itu tergolong ulama yang tidak mau main-main. Mana yang dia anggap tidak tepat, dia tidak mau lakukan. Buya Hamka tidak mau mencampuradukkan," katanya menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement