Ahad 27 May 2018 20:20 WIB

Generasi Milenial Butuh Dakwah Berisi Konten dan Visual

Masyarakat kini terkoneksi dalam ruang maya yang tidak terlihat kasat mata.

Rep: M NUrsyamsi/Novita Intan/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Rekomendasi mubaligh Kementerian Agama dinilai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang hanya mengundang polemik. Karenanya hal tersebut tidak perlu dilakukan.

"Di NTB cuma saya (yang masuk daftar rilis) padahal tuan guru di NTB banyak, dan banyak yang jauh lebih pantas dan lebih baik dari saya. Yang ada namanya di sana (rilis) kurang nyaman dan yang tidak ada di sana (rilis) bagaimana perasaannya," kata TGB di Pendopo Gubernur NTB, Jalan Pejanggik, Mataram, NTB, Ahad (27/5).

TGB menilai masih banyak hal-hal yang lebih urgent di kehidupan, salah satunya ialah untuk sebarkan moderasi Islam daripada membuat rilis terbatas. Ia menambahkan, lantaran sudah kadung dikeluarkan, rilis tersebut pada akhirnya justru menjadi beban bagi Kemenag untuk terus menambah daftar penceramah yang tentu tidak akan pernah cukup.

"Kalau list ini diteruskan akan menimbulkan proses kelanjutan. 200 nama (penceramah) secara sederhana untuk 200 juta kita umat Islam yang majlisnya ada ratusan ribu, efektif atau enggak kalau mau disempurnakan sampai berapa banyak," lanjutnya.

Alih-alih membuat rilis penceramah, TGB menilai Kemenag lebih fokus mengisi ruang publik dengan materi dakwah yang kekinian, konten menarik, dan memiliki visi kebangsaan yang kuat untuk menyasar generasi milenial.

"Semisal, kita masih kurang bahan-bahan visual ala milenial dengan format kekinian bagaimana dialog tentang isu keIslaman dan kebangsaan, ini jauh lebih menantang karena anak-anak muda kita perlu dapat bahan yang tidak hanya konten baik tapi juga visual menarik," kata dia menambahkan.

TGB menilai, bahan-bahan dakwah yang kekinian dan relevan itu masih sangat kurang di ruang publik.

Dakwah Zaman Milenial

Bendahara Umum PP Muhammadiyah sekaligus Rektor Universitas Muhammadiyah (Uhamka), Suyatno menilai gerakan dakwah Muhammadiyah selalu dinamis dan sesuai dengan tuntutan zamannya.

"Ketika saat ini masyarakat dunia khususnya Indonesia berada pada revolusi industri keempat yang juga disebut dengan zaman digital, maka dakwah Muhammadiyah pun berada di tengah-tengah perubahan itu," ujarnya saat acara Pengkajian Ramadhan 1439 H PP Muhammadiyah di Uhamka, Jakarta, Ahad (27/5).

Menurutnya, kini teknologi internet begitu canggih termasuk kehadiran robot-robot pengganti peran manusia yang sudah sangat maju. "Kondisi ini tentu saja tidak hanya mengubah pola fikir masyarakat, tetapi juga mengubah budaya dan peradaban manusia,"ucapnya.

Bahkan, lanjut Suyatno, dunia virtual kini telah menciptakan dunianya sendiri, dengan karakteristik yang khas. Masyarakat kini terkoneksi dalam ruang maya yang tidak terlihat kasat mata, tetapi memiliki pergerakan yang sangat cepat dan dampak yang lebih kongkrit.

Kondisi ini tentu saja berdampak pada pola keberagamaan masyarakat dari mulai mencari rujukan hingga menyebarkan konten-konten keagamaan. "Kondisi perubahan masyarakat dengan segala dampaknya ini, bagi kami merupakan realitas yang tidak bisa dibendung, ungkapnya.

Walaupun ada sisi negatifnya, tetapi bagaimana cara Muhammadiyah melihat ini sebagai peluang untuk membangun sebuah tradisi dakwah baru yang berkemajuan.

"Memasuki realitas virtual bukan hal yang tabu, tetapi bagaimana Muhammadiyah dapat memanfaatkannya untuk mengisinya dengan konten-konten yang baik, nilai-nilai keagamaan, dan akhlakul karimah demi kebaikan ummat,"ucapnya.

Untuk itulah, Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah 2018 ini memfokuskan bahasannya pada aspek ini dengan mengangkat temaKeadaban Digital: Dakwah Pencerahan Zaman Milenial. Acara yang akan diselenggarakandi kampus Fakultas FKIP Uhamka ini dilaksanakan dari 27-29 Mei 2018.

Peserta yang akan mengikuti acara ini sekitar 600 orang yang berasal dari beberapa Provinsi. Kegiatan yang akan ditutup oleh Presiden RI Joko Widodo ini akan menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, seperti akademisi, praktisi teknologi, birokrat, dan tokoh nasional lainnya.

Ada beberapa tokoh seperti Komarudin Hidayat, Gatot Nurmantyo, Mendikbud Muhajir Effendi, Sandiaga Uno, dan Din Syamsuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement