REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshidiqqie menilai pembuatan database dakwah sangat diperlukan sebagai dasar untuk dakwah. Bukan daftar rekomendasi mubaligh yang kemudian menjadi polemik.
"Kemenag saya anjurkan membuat database keagamaan yang lengkap. Termasuk membimbing semua rumah ibadah punya database, ujar Jimly dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/5).
Dijelaskan JImly, melalui database dakwah ini akan menyimpan data jamaah, data mubaligh, dan data ulama agar dapat dijadikan referensi dalam menyusun ceramah.
"Jadi nggak ada gunanya kalau 200 ditambahin 400, ini konsepnya sudah dimarahin banyak orang, sudah disalahpahami. Mubaligh di Indonesia tiap hari ada seribu muncul, bertambah mubaligh baru," ucap Jimly.
Menurutnya, kultur Islam sunni di Indonesia tidak bisa distrukturkan, terutama dalam hal dakwah. Karena Islam sunni di Indonesia tidak punya hierarki karena berasal dari umat, bukan dari negara atau pemerintah. sehingga struktur ulama itu tak ada hierarkinya. Maka hal itu menyebabkan terjadinya pro dan kontra ketika Kementerian Agama mengeluarkan rekomendasi 200 mubaligh.
Negara harus bisa mengetahui berapa jumlah ulama, spesialisasi ulama, tingkat pendidikan ulama, dan lain-lain. Namun, jangan sampai data ulama ini menjadi alat untuk kepentingan politik.
"Kalau untuk database itu penting supaya kita tahu kekuatan dan kondisi dakwah itu tercatat. Juga kekhususan ulama itu siapa yang ahli fikih, ahi teologi, ahli kalam, ahli kawin cerai, ekonomi syariah, yang seperti itu diperlukan ," kata Jimly.
Sebelummya Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan bahwa daftar rekomendasi mubaligh yang dikeluarkan oleh pihaknya untuk menjawab semua pertanyaan dari masyarakat. Politikus PPP itu mengaku banyak yang menanyakan kepada Kemenag terkait mubaligh yang dapat berceramah, baik di mushola, masjid dan tempat pengajian lainnya.
Sehingga, lanjut Lukman, karena banyaknya permintaan dan pertanyaan dari masyarakat, Kemenag meminta masukan kepada sejumlah ormas Islam, tokoh umat, dan ulama. Termasuk masjid-masjid besar yang ada di Indonesia terus pihaknya mendapatkan nama-nama itu. Lukman juga menegaskan bahwa rilis itu juga bukan dalam rangka memilah-milah penceramah.
Justru menurut Lukman, rilis dibuat sesuai dengan usulan beberapa kalangan yang sudah masuk ke Kementerian Agama dan akan terus diperbarui. "Ini bukan seleksi, bukan akreditasi, apalagi standardisasi. Ini cara kami layani permintaan publik," terang Lukman seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, beberapa waktu lalu.
Terakhir, Kemenag mengimbau agar masyarakat mengajukan nama-nama ustadz dan penceramah lainnya ke kementerian. Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag. Kemudian bagi yang ingin memasukkan nama-nama penceramah ke dalam daftar rujukan Kemenag, bisa mengusulkan di ormas-ormas dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota atau daerah setempat.