Sabtu 21 Apr 2018 12:07 WIB

Masjid di Bandung Ikuti Pelatihan Akuntansi Online

Jangan sampai secara fisik masjid kelihatan bagus, tapi secara keuangan bermasalah.

Rep: Nur Hasan Murtiaji/ Red: Agus Yulianto
Pelatihan akuntansi masjid secara online, di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Sabtu (21/4).
Foto: Nur Hasan Murtiaji.
Pelatihan akuntansi masjid secara online, di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Sabtu (21/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah pengurus masjid mengikuti acara "Pelatihan Akuntansi Masjid secara Online" di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/4). Pelatihan ini bertujuan agar pengelolaan keuangan masjid bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel.

 

Menurut Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji, pelatihan ini dihadirkan supaya pengelola masjid bisa bekerja secara profesional. "Selama ini kalau bicara masjid, yang disinggung adalah bangunan fisiknya, sound system, dan seterusnya, tetapi lupa untuk membahas hal yang lebih substantif, yakni laporan keuangannya," kata Hasan saat membuka acara pelatihan yang digelar di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Sabtu (21/4).

photo
Sejumlah pengurus masjid mengikuti acara 'Pelatihan Akuntansi Masjid secara Online' di Masjid Pusdai, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/4).

 

Bila laporan keuangan masjid dikelola secara transparan dan akuntabel, akan membuat nyaman semua pihak. Dari sisi masjid, akan dipercaya jamaah jika laporannya dikelola profesional. "Jamaah akan mempercayakan infak dan sedekahnya ke masjid tersebut karena pengurus masjid terbuka terhadap laporan keuangannya," kata Hasan.

 

Dari sisi jamaah, mereka tentu merasa tenang bilamana laporan keuangan masjidnya bisa mereka pantau. Karena nyaman dengan pengurus yang profesional, jamaah tersebut menaruh trust kepada masjid tersebut.

 

Pelatihan ini dilakukan hasil kerja sama Republika dengan Institut Akuntansi Masjid (IAM). IAM merupakan lembaga yang anggotanya berasal dari alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

 

Trainer pelatihan akuntansi ini, Absar Jannatin, menyampaikan bahwa masjid adalah milik umat. Karenanya, masjid bukan saja diurus oleh ustaz atau kiai, tapi jamaah pun bisa terlibat. Salah satunya adalah terkait pencatatan keuangan masjid. 

 

"Masjid harus menjadi pelopor bagaimana melaporkan keuangannya secara transparan dan akuntanbel. Hal ini untuk menghilangkan stigma bahwa masjid itu anti transparan," kata Absar.

 

Jika pemerintah memiliki APBN, maka masjid juga semestinya punya anggaran pendapatan dan belanja masjid (APBM). Adanya APBM menjadikan masjid memiliki perencanaan dan pengalokasian anggaran. "Apakah anggarannya sudah dibelanjakan sesuai dengan perencanaan? Apalagi kini masuk era digital, mestinya bisa memanfaatkan teknologi informasi," katanya.

 

Pelatihan akuntansi secara online ini, kata Absar, mengacu pada Prinsip Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 45 dan PSAK 109. PSAK 45 ditujukan untuk organisasi nirlaba yayasan masjid. Sedangkan PSAK 109 untuk pengelolaan zakat dan infak. "Jangan sampai secara fisik masjid kelihatan bagus, tapi secara keuangan mengalami masalah," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement