Selasa 30 Jan 2018 19:27 WIB

Ini 9 Poin Seruan Ceramah di Rumah Ibadah

PMA ini tidak memadai untuk menghukum para penceramah yang melanggar.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) bersama Sekjen Kemenag Nur Syam (kiri) membunyikan angklung dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/1).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) bersama Sekjen Kemenag Nur Syam (kiri) membunyikan angklung dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenag Tahun 2018 di Jakarta, Selasa (30/1). Dalam kesempatan tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan, beberapa catatan terkait program strategis Kemenag yang akan dilakukan tahun 2018, yang salah satunya terkait dengan seruan sembilan ceramah menteri agama.

Lukman mengatakan, pihaknya ingin kembali menggencarkan seruan tersebut agar rumah ibadah tak jadi pusat konflik internal, konflik antaragama ataupun agitasi politik. Namun, dia menegaskan, seruan tersebut akan dilakukan secara persuasif, bukan pendekatan represif yang kemudian harus dihukum.

"Oleh karenanya, saya minta sembilan seruan menteri agama terkait dengan ceramah di rumah ibadah itu harus lebih kita gencarkan lagi supaya bisa menjadi pengetahuan bersama bagi masyarakat kita," ujar Lukman dalam Rakernas Kemenag.

Lukman mengatakan, Peraturan Menteri Agama (PMA) tidak memadai untuk menghukum para penceramah yang melanggar sembilan poin seruan ceramah tersebut, karena PMA hanya mengikat secara internal. Menurut dia, peraturan yang bisa mengikat hanyalah seperti PP atau Perpres.

"Tapi, kita arahnya tidak ke sana (PP atau Perpres). Kita ingin lebih ke ajakan. Karena agama itu kan didakwahkan bukan dipaksakan," ucap Lukman.

Namun, kata Lukman, jika ada isi ceramah yang mengarah pada delik pidana, maka sebaiknya diserahkan kepada aparat hukum, seperti halnya ceramah yang berisi ujaran kebencian.

"Oleh karenanya saya minta Biro Hukum untuk menginventarisasi apa saja pelanggaran hukum yang ada kaitannya dengan ceramah agama," kata Lukman.

Seperti diketahui, tahun 2017 lalu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin sempat menyerukan sembilan poin ceramah di rumah ibadah sebagai respons agar rumah ibadah tak menjadi pusat konflik. Seruan moral ini diharapkan dapat diindahkan para penceramah, pengelola rumah ibadah, dan masyarakat.

"Bila tidak arif, rumah ibadah bisa membawa ketegangan dan konflik di masyarakat, terlebih masyarakat Indonesia yang majemuk," kata Lukman di kantor Kemenag Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 28 April 2017 lalu.

Berikut sembilan poin seruan ceramah di rumah ibadah yakni:

1. Disampaikan penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi, dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.

Seruan ini diharapakan dapat diperhatikan, dimengerti, dan diindahkan oleh para penceramah agama, pengelola rumah ibadah, dan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement