Jumat 24 Nov 2017 19:03 WIB

Negara Muslim Didorong untuk Bersaing di Pasar Halal Global

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Pasar produk halal di Berlin, Jerman (Ilustrasi)
Foto: german-info.com
Pasar produk halal di Berlin, Jerman (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Negara Muslim didorong untuk bersaing dalam pasar produk halal dunia. CEO International Halal Center, Assad Sajjad Zaidi, berbicara saat acara World Halal Summit di Istanbul (WHSI) mengatakan, bahwa produsen dan eksportir dari 57 negara Muslim harus mendapatkan sertifikat halal agar bisa meraih keuntungan di pasar global.

Apalagi, kata dia, saat ini pasar global untuk produk halal bernilai sekitar 4 miliar dolar. "Tidak ada negara Muslim di antara 10 eksportir produk halal terbesar di dunia," kata Zaidi, dilansir dari World Bulletin, Jumat (24/11).

Acara WHSI dan Pameran Halal Organisasi Kerja Sama Islam ini mulai digelar pada Kamis-Sabtu  (23-25/11) di Istanbul, Turki. Kantor berita Anadolu Agency adalah mitra komunikasi global pameran ini. Dalam pameran ini, terdapat lebih dari 200 perusahaan dan merek yang berpartisipasi. Juru bicara dari lebih 80 negara akan membahas masalah seputar makanan halal, farmasi dan obat-obatan, keuangan syariah, pariwisata dan tekstil.

Terdapat 10 eksportir terbesar di pasar halal. Mereka di antaranya India, Brasil, Austria, Amerika Serikat, Argentina, Selandia Baru, Prancis, Thailand, Filipina, dan Singapura. Zaidi mengatakan, 10 negara tersebut berbagi pangsa pasar halal sebesar 85 persen. India, menurutnya, adalah eksportir daging halal terbesar. Sedangkan Thailand merupakan eksportir produk halal terbesar.

Zaidi mencontohkan, kurangnya brand global di dunia Islam. Dia mengatakan, negara-negara Muslim memiliki pangsa sebesar 15 persen di semua pasar halal. Di antaranya, Malaysia dan Indonesia adalah dua negara utama.

Dalam hal ini, dia mengatakan, bahwa produk halal tidak terbatas pada daging saja. Namun, juga termasuk produk turunan, seperti tulang atau kulit, yang di beberapa daerah digunakan untuk cat, pasta gigi, obat-obatan dan produk kecantikan.

"Pergerakkan produk-produk yang halal telah menciptakan rantai nilai halal yang baru," tambahnya.

Produk bersertifikasi halal yang dimaksud, berarti sesuai dengan hukum Islam. Yang mana, kehalalan itu mencakup bagaimana produk diproduksi, diproses, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dikonsumsi.

Menteri Perekonomian Turki, NIhat Zeybecki, juga mengatakan bahwa perusahaan non-Muslim memiliki 80 persen dari pasar halal yang memiliki nilai 4 miliar dolar. Karena itu, dia menekankan, agar Turki dan negara-negara Muslim lainnya harus memiliki pangsa pasar dunia yang lebih besar.

Turki baru-baru ini mengumumkan Lembaga Akreditasi Halal (HAK) pertama di negara tersebut. Lembaga itu akan melayani umat Islam di seluruh dunia, saat lembaga dibuka sebelum Tahun Baru. Dengan HAK, Turki ingin lebih banyak negara Muslim memenangkan pangsa pasar halal yang lebih baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement