Senin 07 Aug 2017 17:01 WIB

Difitnah Minum Arak, Ini Penjelasan Menag

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Mahmud Muhyidin
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dituduh meminum arak saat meresmikan Sekolah Tinggi Agama Katolik (STAKat) Negeri Pontianak di Jalan Parit H Mukhsin, Sungai Raya, Kubu Raya, Kamis (6/4). Tuduhan itu menyebar sebagai fitnah di media sosial pada beberapa bulan lalu dan dimunculkan kembali belakangan ini.

Senin (7/8), Menag memberikan penjelasan sekaligus membantah keras tuduhan tersebut. Menag menceritakan, kejadian sebenarnya dalam suatu acara yang dihubungkan dengan minum arak.

Ceritanya, usai mendapat sambutan tarian adat Dayak, dia diminta memotong bambu yang dipasang melintang di depan pintu masuk STAKat. Setelah itu dia diarahkan supaya menginjak telur sebagai bagian dari prosesi adat sambut tamu kehormatan.

“Setelah prosesi itu, saya disodori cawan berisi arak untuk diminum,” cerita Menag dalam pidatonya di hadapan Gubernur Kalbar Cornelis, dan beberapa kepala daerah.

Melihat Menteri Agama disuguhi arak, Gubernur Cornelis segera melarang Menag untuk meminumnya. Gubernur lantas menginstruksikan supaya minuman tersebut diganti air putih. Tapi waktunya sudah tidak memungkinkan.

"Pak Gubernur lalu bilang, tidak perlu dihidangkan ke saya. Namun karena penari yang menyuguhkan cawan itu bingung lantaran dicegah, saya spontan berbisik ke Pak Gubernur, bahwa tidak apa-apa. Ini kan hanya simbol saja untuk menghormati adat. Tapi, tidak akan saya telan sedikit pun,” beber Menag.

Gubernur Cornelis langsung menjawab, “Di sini ada banyak wartawan. Nanti dipelintir, bisa bahaya dan menjadi masalah di tengah-tengah kehidupan keagamaan kita".

Mendengar penjelasan itu, Menag mengaku terkesan dengan sikap Gubernur. “Jujur, saya mendapatkan pelajaran lagi. Saya menangkap suatu rasa dalam beragama,” ujarnya.

Menurut Menag, saran Gubernur Cornelis adalah wujud bagaimana beragama dengan rasa. “Itulah toleransi sebenarnya atau toleransi sesungguhnya. Toleransi adalah kemauan dan kemampuan untuk menghormati dan menghargai perbedaan yang ada pada pihak lain,” ungkapnya.

Di era kini, kata Menag, Banyak yang bicara toleransi, tapi lebih banyak menuntut untuk dihargai dan dihormati. "Inginnya agar mereka yang berbeda di luar sana harus menghargai dan menghormati dirinya,” ujarnya.

Mantan Wakil Ketua MPR RI ini berpendapat, jika semua menuntut dan meminta, lalu siapa yang memberi? “Siapa yang akan memberi penghormatan dan penghargaan kalau semua menuntut dan meminta? Kalau semua umat beragama yang berbeda-beda itu saling memberi, maka semua akan mendapatkan penghargaan dan penghormatan,” tegas Menag.

“Bagi saya, kejadian itu adalah pelajaran baik. Bahwa beragama tidak cukup dengan logika, tapi juga rasa. Mudah-mudahan kita sebagai umat beragama semakin berkualitas dalam menjalani agama dan keyakinan iman masing-masing,” ujar Menag.

Penjelasan ini disampaikan kembali oleh Menag agar masyarakat tidak termakan fitnah atau informasi yang dipelintir di media sosial.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement