REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari terakhir viral di media sosial postingan tentang keputusan Majelis Adzikra pimpinan Ustadz Arifin Ilham untuk mengganti semua terjemahan Alquran Kementerian Agama dengan Terjemah Tafsiriyah hasil publikasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Pasalnya, karena diduga terdapat 3.229 kesalahan penerjemahan. Selain itu, disebutkan juga, bila mengamalkan terjemahan Kementerian Agama akan menjadi teroris.
Menanggapi itu, soal pilihan terjemahan, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama Muchlis M Hanafi mengatakan, bahwa pihaknya mempersilakan masyarakat untuk menggunakan terjemahan Alquran mana pun. Kata dia, banyak terjemah beredar yang ditulis oleh para ulama yang berkompeten.
“Silakan pilih yang nyaman untuk dibaca. Tetapi tidak perlu saling menyalahkan, menganggap karya tertentu yang paling benar, dan yang lainnya salah. Sebab masing-masing memiliki argumentasi,” katanya di Jakarta, Selasa (18/7).
Menurutnya, sejauh ini terjemahan Kemenag masih menjadi rujukan utama masyarakat karena disusun oleh para ulama yang kompeten. Sesuai tugas dan fungsinya, LPMQ berwenang mentashih teks Alquran dan mengkaji terjemahan dan tafsir yang beredar di Indonesia.
Doktor tafsir lulusan Al Azhar University Kairo ini mengatakan, tidak ada karya manusia yang sempurna, apalagi menyangkut pemahaman terhadap kalâmullâh. "Hanya Allah yang tahu hakikatnya. Wallahu a`lamu bisshawaab," ujarnya.