Senin 10 Apr 2017 09:54 WIB

Putra Zakir Naik: Kalau Ekstrem Baik Apa Salahnya?

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Fariq Zakir Naik, putra cendekiawan Muslim Dr Zakir Naik tampil di hadapan ribuan jamaah pada acara Dr Zakir Naik Indonesia Visit 2017.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Fariq Zakir Naik, putra cendekiawan Muslim Dr Zakir Naik tampil di hadapan ribuan jamaah pada acara Dr Zakir Naik Indonesia Visit 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Fariq Naik mengaku bangga menjadi Muslim ekstrimes, Namun ekstrem yang dimaksud adalah dalam kebaikan. Dalam ceramah tentang miskonsepsi tentang Islam, putra Dr Zakir Naik, Fariq Naik mengatakan, belakangan sebagian umat Islam sering disebut media Barat sebagai fundamentalis.

Fundamentalis berarti orang yang mempraktikan prinsip dasar atau fundamental. Ahli matematika yang andal adalah yang mempraktikan dasar matematika. Jika tidak, ia tak akan jadi matematikawan andal.

Fundamentalis Muslim itu adalah mereka yang menerapkan nilai-nilai dasar Islam. Tak ada nilai Islam yang bertentangan dengan kemanusiaan. ''Sebagian orang di luar sana mungkin pikir fundamentalis Islam adalah mereka yang bertentangan dengan kemanusiaan. Padahal tidak sama sekali,'' kata Fariq yang juga putra Zakir Naik itu di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat akhir pekan lalu.

Sayangnya Oxford Dictionary mengartikan fundamentalis dalam arti negatif dengan menyebut Islam di dalamnya. Fundamentalis selalu juga dikaitkan dengan ekstrim. ''Kalau ada yang ekstrem baiknya dan ekstrem dermawannya, apa salah? Alquran juga menekankan Muslim hanya boleh ekstrem di arah yang benar. Saya bangga jadi ekstrimes, dalam hal kebaikan,'' kata Fariq.

Lalu muncul pertanyaan mengapa Muslim teroris? Teroris berarti mereka yang melakukan teror. Sayangnya kata ini pakai meneror mereka yang tak bersalah.

Baca juga, Dituding Terkait Teroris, Ini Klarifikasi Zakir Naik.

Sebelum kemerdekaan, para pejuang di India disebut teroris oleh Kolonial Inggris. Saat AS dikolonialisasi Inggris, George Washington disebut teroris nomor satu. Tapi kemudian dia jadi presiden. Demikian juga Mandela. Namun kata itu digunakan lagi untuk istilah berbeda saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement