Sabtu 25 Feb 2017 22:21 WIB

Soal Spanduk Penolakan Pengurusan Jenazah, MUI Minta Umat tak Lebihi Batas

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi selebaran dan spanduk berisi penolakan masjid mengurus jenazah Muslim yang mendukung penista agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta umat Islam tetap jaga ukhuwah.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi menyampaikan, secara resmi sampai saat ini MUI belum mendapatkan laporan dari masyarakat tentang kejadian tersebut. MUI berharap semoga hal tersebut tidak benar.

MUI mengimbau kepada semua umat Islam agar bersikap proporsional, tidak melampau batas. ''Umat Islam harus tetap menjaga ukhuwah atau persaudaraan di antara kita. Saling membantu dan menolong saudara yang terkena musibah itu perbuatan yang sangat terpuji,'' ungkap Zainut kepada Republika.co.id melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (25/2).

MUI mengingatkan kepada umat Islam bahwa kewajiban mengurus jenazah seorang Muslim yang meliputi memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan hukumnya fardhu kifayah. Artinya, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka semua orang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa.

Untuk itu, tidak boleh jika ada saudara sesama Muslim yang meninggal dunia kemudian tak diurus jenazahnya. ''Hal itu tidak boleh terjadi karena sudah menjadi kewajiban. Kita tidak boleh menghukumi  seseorang itu munafik atau kafir, sebab yang berhak melakukannya hanya Allah SWT,'' ungkap Zainut.

Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab RA pernah berkata, 'Dulu ketika Rasulullah masih hidup, untuk menilai apakah seseorang itu munafik atau tidak, jawabannya melalui turunnya wahyu Allah SWT. Tetapi setelah Rasulullah wafat maka untuk menghukumi seseorang itu beriman atau tidak hanya bisa dilihat dari yang tampak lahirnya bukan batinnya.

Sebagaimana sabda Nabi SAW, Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair. Artinya, "Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati".

Sabda Nabi ini menunjukkan betapa tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain sepanjang orang tersebut masih memperlihatkan ke-Islamannya.

Baca juga,  Ini Kata DMI Soal Spanduk Tolak Shalatkan Jenazah Pembela Penista Agama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement