Selasa 21 Feb 2017 20:00 WIB

Fikih Jurnalistik Perkaya Kode Etik

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Logo Muhammadiyah.
Foto: Wikipedia
Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memandang penting adanya fikih jurnalistik dan fikih komunikasi. Fikih tersebut juga dinilai dapat memperkaya dan memperkuat kode etik jurnalistik yang sudah ada.

"Kalau saya bukan soal penting tidak penting, tapi ini soal memperkaya," kata Direktur Uji Kompetensi Wartawan PWI, Dr. Usman Yatim kepada Republika.co.id usai Dialog Pers Memaknai HPN 2017 bertema Memerangi Hoax dan Menangkal Penyalahgunaan Medsos di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (21/2).

Menurutnya, ketika orang-orang mempertanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia jurnalistik. Seolah-oleh kode etik jurnalistik yang sudah ada tidak bisa menjawabnya. Misalnya kode etik dari dewan pers dan lain sebagainya.

Karena itu, lanjut dia, apa salahnya jika ada lagi fikih jurnalistik dan fikih komunikasi. Fikih ini mungkin versi Islam karena Islam kebetulan sedang banyak disorot saat ini. Artinya, fikih jurnalistik dan komunikasi lebih tepat dikatakan untuk memperkaya kode etik jurnalistik yang sudah ada.

"Jangan sampai menjadi pertarungan baru lagi, jangan sampai ada istilah umat Islam mau menandingi kode etik jurnalistik, gak ada, jangan sampai itu," tegasnya.

Usman mengatakan, fikih jurnalistik dan fikih komunikasi untuk melengkapi dan memperkaya kode etik jurnalistik yang sudah ada. Barangkali dengan adanya fikih jurnalistik akan bisa lebih memperkaya dan memperkuat kode etik jurnalistik yang sudah ada.

Sementara, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto menyampaikan, saat ini media sosial sudah menjadi gaya hidup dan budaya setiap orang. Bahkan, orang lebih percaya kepada media sosial tanpa mengecek asal usul berita yang mereka baca dari mana.

Adanya fikih jurnalistik dan fikih komunikasi, dikatakan dia, sebagai bagian literasi masyarakat. Agar mereka tahu bagaimana menyikapi informasi di media sosial. "Jadi, lebih kepada membangun sikap manusia untuk menghadapi dan memperlakukan informasi yang sifatnya hoax," ujarnya.

Mengenai seberapa parah hoax di media sosial saat ini, Edy mengatakan, lihat saja menjelang pilkada banyak orang yang gaduh akibat informasi hoax di media sosial. Memang UU ITE sudah ada, tapi fikih komunikasi dan fikih jurnalistik untuk pegangan individu saja. Meski tidak ada sanksinya jika melanggar, tapi fikih jurnalistik dan fikih komunikasi lebih kepada pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement