Rabu 01 Feb 2017 22:20 WIB
Belajar Kitab

An-Nashihat li ar-Ra’i wa ar-Ra’yat, Islam Pandang Penting Nasihat

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam Islam, nasihat menduduki posisi dan peranan penting. Dalam surah al-Ashr (103) ayat 3 ditegaskan bahwa berwasiat kepada sesama merupakan cara agar terhindar dari golongan orang-orang yang merugi.

Al-Khuthabi memastikan hampir tak ada kata yang tepat untuk mengungkapkan sebuah pesan, kritik, ataupun masukan, selain nasihat.  Karenanya, apabila merujuk kepada sejumlah referensi kamus Arab, kata nasihat adalah lafal bahasa Arab yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia.

Temuan al-Mazuri setidaknya menguatkan fakta tersebut. Menurut dia, kata nasihat berasal dari kata nashaha yang berarti bersih atau merajut dengan sebuah benang. Kata nasihat juga tercantum dalam sebuah hadis riwayat Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daari.

Hadis itu menjelaskan bahwa inti agama adalah nasihat. Menurut sebagian ulama, kedudukan hadis tentang nasihat sebagai inti agama menempati seperempat dari agama, seperti yang ditegaskan oleh Muhammad bin Aslam ath-Thusi.

Bahkan, Imam an-Nawawi menyebut hadis itu sebagai satu-satunya jalan menggapai maksud agama. Sebab, menurutnya, hakikat tujuan-tujuan agama terangkum dalam  empat kategori nasihat.

Dalam hadis itu diterangkan ada beberapa kategori peruntukan nasihat. Pertama, nasihat kepada Allah, berupa taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, nasihat untuk kitab suci Alquran, dengan mengajarkan dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ketiga, nasihat bagi Rasul-Nya, yakni mengikuti dan menerapkan sunah yang pernah dicontohkannya.

Keempat, nasihat bagi para pemimpin dan umat Islam secara keseluruhan. Dalam konteks nasihat bagi pemimpin dan umat Islam yang terakhir inilah, tercatat sejumlah karya berupa kitab tentang nasihat kepada pemimpin dan rakyat telah ditulis oleh para ulama.

Al-Mawardi pernah menulis kitab bertajuk Nashihat al-Muluk dan Nashihat al-Ikhwan. Kitab yang sama juga pernah disusun Abu Bakar al-Hanbali dengan judul Tajannub al-Fadlihah fi Taqdim an-Nashihat.

Abu al-Khair Badar ad-Din bin Abu al-Ma’mar bin Ismail at-Tabrizi (636 H) adalah satu dari sekian cendekiawan Muslim yang mempunyai kepedulian akan pentingnya sebuah nasihat. Ulama terkemuka itu menuliskan kitab yang berisi pesan-pesan dan wasiat yang pernah disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabat semasa hidupnya.

Menurut analisis at-Tabrizi, di antara sunatullah adalah menetapkan umat manusia, ada yang menjadi rakyat dan pemimpin. Fungsi pemimpin, menurut dia, mengarahkan dan menjaga rakyat agar tetap berada dalam koridor keadilan, keseimbangan, dan kesejahteraan, baik dunia maupun akhirat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement