Sabtu 21 Jan 2017 06:40 WIB

Ada di Semua Agama, Namun Hanya ’Jihad Islam’ yang Menakutkan Barat

Tentara Gurkha bertempur di Surabaya pada tanggal 10 November 1945.
Foto: dok. Anri
Tentara Gurkha bertempur di Surabaya pada tanggal 10 November 1945.

JAKARTA — Guru Besar Filsafat Islam Universitas Paramadina Prof DR Abdul Hadi WM mengatakan sesungguhnya konsep yang dalam Islam disebut ‘jihad’ itu ada dalam agama dan kebudayaan apa pun di dunia. Namun khusus untuk pengertian ‘Jihad’ orang Barat punya pandangan yang khusus karena punya latar belakang yang berbeda.

‘’Hanya pengertian dan coraknya saja berbeda-beda. Dalam budaya Jepang misalnya, kita kenal 'Bushido'. Perang antara Pandawa dan Kurawa di Padang Kuru dalam epik Mahabharata adalah paparan tentang perang yang disebut jihad besar,’’ kata Abdul Hadi, yang juga pelopor sastra sufi dan penyair terkemuka Indonesia, (21/1).

Menurut dia, meski konsep ’jihad’ ada di setiap agama dan kebudayaan, ada hal yang menjadi pertanyaan, mengapa yang ditakuti oleh ‘kuasa’ Barat/Eropa adalah jihad Islam?

Jawabnya, lanjut Abdul Hadi, jihad dalam Islam ditakuti terutama oleh karena rintangan paling berat dan sukar yang dihadapi kolonial Barat dalam memperluas wilayah kekuasaan mereka di Asia dan Afrika adalah kaum Muslimin. Sepanjang abad kaum Muslimin mereka terus berjuang dengan gigih menentang kehadiran bangsa Eropa sang penjajah.

“Barat memang bisa menaklukkan wilayah-wilayah kaum Muslimin (Darul Islam), mengendalikan kehidupan ekonomi dan politiknya. Tetapi mereka tidak mampu mengubah keyakinan agama mereka. Mereka juga tidak mampu menghancurkan sepenuhnya kebudayaan Islam,’’ tegasnya.

Selain itu, kehebatan ‘jihad Islam’ juga telah dibuktikan pada masa Perang Salib yang terjadi sebanyak 7 gelombang pada akhir abad ke 11 sampai akhir abad ke-13 M.
‘’Karena itu generasi muda Islam jangan mudah kecut dan takut menghadapi masa depan. Jihad tidak selalu berarti perang,’’ kata Abdul Hadi.

“Jihad memiliki arti luas yaitu ikhtiar sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu dan akhtiar itu bisa dilakukan secara fisik dan spiritual. Jangan pula sampai lupa bahwa umur penguasa boleh jadi hanya semusim dan umur umat berabad-abad,’’ kata Abdul Hadi.

Dilihat dari kazanah Islam di Nusantara, lanjut Abdul Hadi, fatwa tentang jihad pertama kali dikemukakan oleh Syekh Abdul Samad Al Palembani pada akhir abad ke 18 M. Beliau adalah pengikut ajaran imam Al Ghazali dan pendiri Tariqat Sammaniyah di Nusantara.

Berdasarkan fatwa itulah Pangeran Diponegoro angkat senjata melawan Belanda, begitulah puga para ulama Aceh pada akhir abad ke 19. Karena saking takutnya atas pemakaian kata ‘jihad’, pemerintah Belanda pun melarang berbagai ‘kitab kunng’ yang mengkaji soal ini di pesantren-pesantren. Larangan itu diperkiarakan dilakukan pada akhir abad ke 20.

''Jadi jelas sejak dulu, menentang kolonialisme dan antek-anteknya itu haram bagi Islam. Tetapi memerangi dan menista Islam itu halal bagi penjajah dan agen-agennya,'' tandas Abdul Hadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement