Sabtu 06 Feb 2016 17:19 WIB

Shinta: Fikih Waria Atur dari Ibadah Hingga Berhubungan Seksual

Rep: C21/ Red: Achmad Syalaby
Waria melakukan aksi demonstrasi. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Waria melakukan aksi demonstrasi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Pesantren Waria Al-Fatah, Shinta Ratri mengatakan, kitab fikih waria yang akan disusun akan mengatur tata cara beribadah untuk waria hingga berhubungan seksual dengan suami atau istri. Dia mencontohkan, fikih itu akan mengatur apakah waria tersebut dapat shalat  menggunakan mukena atau pakai sarung. 

Menurutnya, penggunaan mukena atau sarung diserahkan kepada waria. Dia menjelaskan, yang terpenting, syarat sah shalat adalah menutup aurat."Didasarkan kenyamanaan dia, yang terhitung hal pribadi. Apakah memakai sarung atau tidak,"kata Shinta saat berbincang dengan Republika.co.id, Sabtu (6/2).

Dia menjelaskan, kenyamanan ini berhubungan langsung dengan kekhusyukan saat sang waria berhadapan dengan Allah SWT. Di pesantren waria Al-Fattah, kata dia, terdapat dua shaf pertama di depan dan kedua di belakang. "Yang memakai sarung di depan, dan memakai mukena di belakang," tutur dia. 

Shinta menjelaskan, para waria saat melakukan shalat tak menyebutkan laki-laki atau perempuan. Sedangkan niatnya sebagai manusia yang ingin bertemu Tuhan-nya."Kita memakai kitab Al-Hikam (dan kitab-kitab tauhid), karena di sana tidak pernah membahas oleh laki-laki ataupun perempuan," terang dia. "Tetapi menjelaskan sebagai manusia."

Upaya Shinta untuk menyusun kitab fikih waria ini mendapat sorotan dari para ulama. Didalam Alquran dan hadis, jelas disebutkan bahwa laki-laki atau perempuan dilarang berperilaku dan berpakaian seperti lawan jenis. (Baca: Soal Fikih Waria, Jika tak Berlandaskan Sunah Jangan Diikuti).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement