Jumat 27 Nov 2015 09:46 WIB

Kebijakan Sekolah Lima Hari Mendorong Madrasah Berinovasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Serpong tengah belajar. (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supri
Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Serpong tengah belajar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Dewan Penasehat Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah (Jateng), Ali Mufiz mengajak masyarakat mengambil hikmah atas kebijakan sekolah lima hari di Jateng.

Ia mengajak para guru madrasah diniyyah dan TPQ menyesuaikan diri dengan membuka sekolah Ahad, sekolah alternatif, sekolah tematik agama, atau semacamnya. 

Dia mempersilakan Gubernur Jateng menerapkan kebijakan tersebut untuk semua sekolah. Tidak hanya untuk SMA dan SMK, melainkan juga ke SMP dan SD agar semua anak pulang sore hari dengan masuk lima hari sekolah.

(Baca Juga: Pendidikan Agama di Sekolah Masih Minim)

"Sekalian diterapkan untuk semua jenjang sekolah saja. Kita menyesuaikan diri saja, toh masyarakat akan memilih pendidikan untuk anak-anaknya," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (26/11) malam. 

Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Anis Malik Toha mengatakan kebijakan yang dicanangkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tersebut membuka peluang bagi madarasah dan TPQ untuk berimprovisasi dan berinovasi. Namun ia tidak merinci seperti apa wujud improvisasi dan inovasi tersebut bagi madin dan TPQ. 

Dalam makalahnya ia hanya menuliskan perlunya diversifikasi pendidikan diniyyah secara inovatif. Lalu ada formalisasi pendidikan diniyyah sebagai sistem pendidikan alternatif di semua level dan reformulasi kurikulum. 

Menurut dia, madrasah diniyyah sebagai tempat pendidikan agama terjebak pada hegemoni budaya asing yang mendikotomikan ilmu umum dan ilmu agama. Konsepsi seperti itu yang harus diubah. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement