Sabtu 01 Aug 2015 16:22 WIB
Muktamar NU

Yenny Wahid: Memimpin NU Jangan Sebagai Batu Loncatan Saja

Putri almarhum Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yeni Wahid (tengah), Ketua PBNU Said Aqil Siradj (kanan) dan Ketua Panda Muktamar ke-33 NU Saifullah Yusuf (kiri) berbicara pada wartawan usai gladi bersih pembukaan Muktamar ke-33 NU di Alu
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Putri almarhum Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yeni Wahid (tengah), Ketua PBNU Said Aqil Siradj (kanan) dan Ketua Panda Muktamar ke-33 NU Saifullah Yusuf (kiri) berbicara pada wartawan usai gladi bersih pembukaan Muktamar ke-33 NU di Alu

REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG – Direktur Wahid Institute Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid menilai, memimpin organisasi sebesar Nahdlatul Ulama tidak boleh asal-asalan dan hanya menjadikannya sebagai batu loncatan politik.

“Mimpin NU jangan sampai sebagai batu loncatan saja. Apalagi batu loncatan politik. Naudzubillah min dzalik,” ujar putri kedua Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid ini, dilansir dari nu.or.id, Sabtu (1/8).

Hal tersebut ia katakan usai berziarah di makam ayahnya di komplek Pesantren Tebuireng ,Jombang, Jawa Timur, Jumat (31/7) sore. Yenny yang  didampingi suaminya, Dhohir Farisi melihat NU rentan terhadap politik uang (money politics).

“Memang NU juga tidak lepas dari fenomena yang menjangkiti seluruh bangsa, yaitu soal politik uang. Harus ada mekanisme yang menjawab itu,” tegasnya.

Disinggung soal pencalonan pamannya, Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, Yenny tidak menyatakan mendukung atau menolak.

"Bagi kami, silakan saja. Siapapun berhak maju. Tapi persoalan tadi harus dijawab. Politik uang yang sudah menjangkiti warga NU harus dituntaskan,” tegasnya.

Yenny menambahkan, jika NU sendiri dalam bermuktamar dan dalam pemilihannya cenderung pragmatis, masih juga tergiur dengan iming-iming pragmatisme dan uang, tentu sulit untuk membantu dalam pemberantasan korupsi.

“Bagaimana bisa mendandani moral masyarakat, bagaimana mampu melawan korupsi di republik ini jika kita sendiri masih begitu,” ujarnya.

Ditanya tentang pro kontra masalah mekanisme pemilihan melalui ahlul halli wal aqdi (Ahwa), Yenny memberi ruang para muktamirin untuk menentukannya. “Soal itu, terserah mekanismenya seperti apa,” ujarnya diplomatis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement