Kamis 30 Jul 2015 20:21 WIB

Ahwa Dinilai Mekanisme Terbaik Menentukan Rais 'Aam

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Agung Sasongko
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kedua kiri) didampingi Ketua Steering Commite Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf (kedua kanan), Wakil Sekjen Sulton Fatoni (kiri) dan Ketua Bidang Pendidikan Arifin Junaidi memberikan keterangan mengenai persiapan jelang Muk
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kedua kiri) didampingi Ketua Steering Commite Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf (kedua kanan), Wakil Sekjen Sulton Fatoni (kiri) dan Ketua Bidang Pendidikan Arifin Junaidi memberikan keterangan mengenai persiapan jelang Muk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin menilai mekanisme ahlul halli wal aqdi (Ahwa) cara terbaik untuk menentukan Rais 'Aam Syuriah PBNU. Seperti diberitakan sebelumnya, Rais 'Aam harus diduduki orang terbaik dan memenuhi kriteria.

"Orang yang hebat dan dunia bukan menjadi tujuan utamanya bisa terpilih melalui proses ahlul halli wal aqdi," kata Ishom ketika dihubungi ROL, Kamis (30/7).

Ahwa, menurut Ishom, adalah sebuah proses yang lebih dari demokrasi. Ia mengaku Ahwa merupakan demokrasi melalui musyawarah mufakat. "Jadi Ahwa mengukur kebenaran berdasarkan kualitas bukan kuantitas," kata Ishom.

Ishom menilai Ahwa merupakan sistem yang paling aman agar Rais 'Aam tidak diduduki orang yang tidak pantas. Bahkan, kata Ishom, hal ini mendesak digunakan dalam muktamar agar terpilih orang yang terbaik.

Dalam Islam, jelas Ishom, sebuah jabatan hanya boleh diduduki orang yang berhak. Terlebih, NU adalah organisasi yang besar. Menurut Ishom, apabila NU dipimpin orang yang tidak tepat maka akan timbul kerusakan.

"Kerusakan NU itu berarti kerusakan bangsa Indonesia. Karena warga NU itu mayoritas di Indonesia," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement