Selasa 23 Dec 2014 11:11 WIB

HTI: Aturan Khotbah Jumat Jangan Bernada Represif

Rep: c01/ Red: Agung Sasongko
Khutbah Jumat (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Khutbah Jumat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Agama akan membuat aturan terkait batasan dalam khotbah Jumat melalui Rancangan Undang-undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB). Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyatakan agar peraturan khutbah Jumat tidak bersifat menekan.

"Jangan sampai perundangan yang sedang dibuat ini memuat nada represif," terang Juru Bicara HTI Ismail Yusanto pada ROL, Senin (22/12). Jika peraturan terkait khotbah Jumat bernada represif, dikhawatirkan peraturan ini mengembalikan masa orde baru lagi.

Ismail juga menyatakan pengawasan terhadap khotbah Jumat dapat menjadi pintu masuk bagi rezim represif. Lagi pula, lanjut Ismail, "seburuk-buruknya" khutbah Jumat pasti akan mengajak pada kebaikan, sehingga pemerintah tak perlu sampai melakukan pengawasan.

"Hanya saja, mungkin ada yang cara penyampaiannya agak keras, ada yang keras sekali, ada yang lunak, malah ada yang bikin ngantuk," ujar Ismail.

Pengawasan terhadap khutbah jumat juga dinilai berisiko salah penafsiran. Bisa saja pengkhotbah mengatakan "A", kemudian ditafsirkan sebagai "B" oleh pengawas. Ada juga kemungkinan pengkhutbah menyampaikan dakwah secara lunak, kemudian ditafsirkan sebagai menghasut dan memprovokasi.

"Yang seperti ini jangan sampai masuk (dalam RUU PUB)," jelas Ismail.

Menurut Ismail, pemerintah sebaiknya sekedar memberi anjuran atau pedoman terkait khotbah jumat. Misalnya, pemerintah memberi anjuran agar hendaknya khotbah Jumat tetap berada dalam koridor. Sebagai contoh, pemerintah memberi anjuran agar materi khutbah Jumat meliputi seruan dakwah, keimanan, kebangkitan Islam, hingga kemajuan Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement