Jumat 09 Nov 2012 20:48 WIB

Nikmatnya Dakwah di Pedalaman (1)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Umat Muslim di Kabupaten Mulia, Papua.
Foto: ROL/Chairul Akhmad
Umat Muslim di Kabupaten Mulia, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, Berdakwah bukan untuk mencari uang.

Bersyukurlah para ustaz dan dai yang berdakwah di kota-kota besar. Mereka bisa merasakan hidup mewah dan ceramah sambil tertawa gembira.

Tidak demikian dengan para dai yang berdakwah di daerah terpencil hingga pedalaman. Jangankan berpikir rupiah, kendaraan mewah, atau makan enak, air mata seringkali menemani mereka ketika melihat langsung kondisi umat Islam di pedalaman.

Bahkan, nyawa para dai pun siap dipertaruhkan demi tegaknya Islam. Seperti pengalaman Ustaz Abdul Shomad yang menyebarkan Islam di pedalaman Asmat, Papua, dan Ustaz Nur kib Ibnu Djais yang berdakwah di suku Baduy, Banten.

Berdakwah yang mereka lakukan hanya bermodalkan keikhlasan. Mereka yakin, siapa yang menolong agama Allah, nanti Allah yang akan membalasnya. Dari keyakinan tersebut, mereka tidak pernah mengharapkan dakwahnya dibayar, apalagi meminta akomodasi dari jamaah. Karena, jamaahnya yang justru harus dibantu oleh para dai.

“Kalau niat berdakwah untuk mencari uang, lebih baik saya berhenti berdakwah karena akan merusak niat dan mencederai citra para dai. Berdakwah itu harus diniatkan dengan ikhlas sehingga umat akan tertarik dan ikhlas mengikuti tuntutan Islam,” papar Ustaz Shomad yang berdakwah di Asmat sejak 2006.

Kalau sudah ikhlas dan lapang dada, lanjut lulusan dari Ma’had ‘Aly Al-Wahdah STIBA Makasar ini, segala tantangan yang ada di lapangan bisa dilalui. Karena, sunnatullah setiap dakwah pasti ada tantangan.

Ustaz Shomad pernah dicaci maki, dituduh menyebarkan kesesatan, bahkan diancam dibunuh. Keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah yang membuat Shomad terselamatkan. Tantangan lain yang harus dihadapi para dai di pedalaman adalah ketika menuju ke lokasi dakwah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement