Selasa 26 Jul 2016 16:14 WIB

Jejak Kepemimpinan Muslimah Kesultanan Delhi

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Agung Sasongko
Kesultanan Delhi
Foto: Wordpress.com
Kesultanan Delhi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Boleh jadi tak banyak orang yang mengenal nama Radiyya binti Iltutmish. Lain halnya dengan Razia Sultana. Banyak orang mengenal riwayatnya dengan baik. Sejatinya, Razia Sultana merupakan nama lain dari Radiyya binti Iltutmish.

Ia adalah Muslimah yang pernah menguasai takhta Kesultanan Delhi di India. Razia Sultana yang dikenal juga sebagai Raziya al-Din serta nama kehormatannya, Jalaluddin Raziya, lahir pada 1205. Ia adalah keturunan dari seorang pemimpin Muslim asal Turki, Shamsuddin Iltutmish.

Terpilihnya Razia sebagai pemimpin bermula ketika pendiri Kesul tanan Delhi Qutbuddin Aibiek meninggal dunia setelah menja lankan pemerintahan selama empat tahun. Sepeninggal Qu tbud din, sang anak, Aram Shah yang kemudian menggantikan Qut buddin tak mampu mem per tahankan posi sinya sebagai pe mimpin hingga akhir nya takhta Kesultanan Delhi diambil alih oleh saudara iparnya, Shamsuddin Iltutmish.

 

Bertakhta selama seperempat abad sejak 1211, Shamsuddin mampu me nunjukkan keahliannya dalam me mimpin Kesultanan Delhi. Didu kung oleh pasukan elite Turki, Chi halgani Umara, Shamsuddin berhasil memper luas daerah kekuasaan Kesul tanan Delhi mulai dari Khyber Pass yang memben tang di sepanjang per batasan Afgha nis tan-Pakistan hingga wilayah timur Teluk Benggala.

Shamsuddin berhasil menorehkan reputasi yang sangat gemilang selama me merintah Kesultanan Delhi. Ia pun dikenal sebagai pemimpin yang berani, bijaksana, serta murah hati kepada siapa saja. Selama masa kepemimpinannya, Kesultanan Delhi berkontribusi besar dalam banyak bidang, mulai dari keagamaan, ilmiah, ekonomi, hingga kesusastraan.

Karena kepemimpinannya yang gemi lang, Shamsuddin di pengujung pemerinta han nya, pada 1229, dianugerahi gelar dan jubah kehormatan dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad.

Seabad kemudian, reputasi Shamsuddin dalam memimpin tertuang dalam catatan perjalanan penjelajah Muslim ternama asal Maroko, Ibnu Batutah. Dalam catatan ter sebut, Ibnu Batutah menyebut, Shamsuddin dikenang karena karakternya yang sangat baik dan saleh. Ibnu Batutah juga menulis, sikap adil Shamsuddin ditandai dengan jubahnya yang berwarna merah.

Singkat cerita, Shamsuddin menyadari ia tidak akan selamanya memimpin Kesul tanan Delhi. Jika ia wafat nanti, maka akan membuka jalan bagi kedua putranya, Firuz dan Bahram untuk maju menggantikan posisinya sebagai pemimpin Kesultanan Delhi. Namun, Shamsuddin sadar betul bah wa kedua putranya tidak memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin.

Tak mau ambil risiko, Shamsuddin pun mempersiapkan rencana cadangan. Ia me nunjuk dan mewariskan Kesultanan Delhi kepada anak tertuanya yang dikenal sangat disiplin yaitu Radiyya binti Iltutmish alias Razia Sultana. Keputusan ini sangat kon troversial, mengingat pada saat itu budaya patriarki masih sangat kental sehingga mengangkat pemimpin wanita dianggap melanggar budaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement