Kamis 13 Apr 2017 18:31 WIB

Mengubah Keadaan

 Ratusan anggota komunitas ODOJers melakukan pawai Tarhib Ramadhan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor, Jakarta, Ahad (5/6). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pelari difabel Jawa Timur Nanda Mei Sholihah berpose seusai upacara pengalungan medali cabang atletik nomor 100 meter T47 Putri Peparnas XV 2016 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa Barat, Senin (17/10).

Ini merupakan hakikat yang mengandung konsekuensi berat yang dihadapi manusia. Maka, berlakulah kehendak dan sunnah Allah bahwa sunnah-Nya ada pada mereka itu sendiri. Berlakunya sunnah-Nya pada mereka didasarkan pada bagaimana perilaku mereka dalam menyikapi sunnah ini. Nash ini juga menjadi dalil yang menunjukkan betapa Allah telah menghormati makhluk yang berlaku padanya kehendak-Nya bahwa dia dengan amalannya itu sebagai sasaran pelaksanaan kehendak-Nya.

Sesudah menetapkan prinsip ini, maka susunan redaksional ayat ini membicarakan bagaimana Allah mengubah keadaan kaum itu kepada yang buruk. Karena mereka (sesuai dengan mafhum ayat tersebut) mengubah keadaan diri mereka kepada yang lebih buruk, maka Allah pun menghendaki keburukan bagi mereka."...Dan apabila Allah menghendaki kebukuran terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."(ar-Ra'd: 11). 

Quraish Shihab dalam tafsir Al Mishbah menjelaskan  ayat tersebut bermakna tentang perubahan sosial. Penggunaan kata qaum yang berarti masyarakat pada ayat itu meneguhkan hal tersebut.

Menurut Quraish, perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Perubahan boleh jadi bermula dari ide seseorang yang diterima dan menggelinding dalam masyarakat. Disini, ia bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat. 

Penggunaan kata qaum juga menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan  tidak hanya berlaku bagi kaum Muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu. Dia berlaku umum, kapan dan dimanapun mereka  berada. Selanjutnya, ayat yang bicara tentang kaum ini bermakna sunnatullah yang dibicarakan berkaitan dengan kehidupan duniawi, bukan ukhrawi. Pertanggungjawaban pribadi baru akan terjadi di akhirat kelak, berdasarkan firman-Nya. "Setiap mereka akan datang menghadap kepada-Nya sendiri-sendiri" (QS Maryam: 95). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement