Rabu 28 Sep 2016 09:26 WIB

Oh Pemimpinku, akan ke Mana Negaraku Kau Bawa Pergi?

Warga menonton proses penggusuran menggunakan excavator yang menghancurkan bangunan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga menonton proses penggusuran menggunakan excavator yang menghancurkan bangunan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9)

Oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa

Di Ahad pagi, saya sudah duduk di kursi salah satu cafe di Citos Jakarta Selatan. Mata saya nanar pandangi yang nasibnya seperti saya. Pagi-pagi sudah cari tempat mojok. Alasan sih betul janjian dengan kerabat. Cuma sebenarnya, ya gitu deh. Mual dengan rutinitas rumah.

Tumben kedua, sebenarnya saya bukan penggemar kopi. Koq ya pesan kopi luwak. Kali ini saya maafkan diri, sesekali sruput kopi mahal. Demi kenikmatan. Cuma kopi luwak disaji di cangkir. Harapan kopi luwak dituang di gelas, seperti kesukaan saya akan es kopi, yang gelasnya ekstra jumbo, gak kesampaian. Cangkir kopi luwak, alamak. Setengah teguk ludes.

Begitulah lidah dan perut saya jenis proletar. DNA lidah kalangan bawah bukan penikmat. Maka perut rakyat, cuma butuh kenyang. Bukan jenis makanan yang hebring-hebring seperti tawaran wisata kuliner. Perut rakyat terisi singkong, tak usah ubi Cilembut, insya Allah negara aman.

Eh apa pula ini. Dari cafe nyerempet ke perut rakyat. Dari rakyat sekarang nyasar ke negara. Orang Jawa bilang, “utak atik gathuk”. Ya maafkan. Istilah dimanapun punya konteks.

Bicara penduduk bicara statistik. Bicara warga bicara kebangsaan. Bicara rakyat bicara hajat hidup banyak orang. Dan kehidupan rakyat Indonesia, ini soal besar kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement