Selasa 16 Jun 2015 15:38 WIB

Puasa Bagi Anak Sarat Manfaat

Anak berpuasa.   (ilustrasi)
Foto: Republika/ Prayogi
Anak berpuasa. (ilustrasi)

Oleh:  Muhbib Abdul Wahab  

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari lagi, bulan suci yang kita rindukan kehadirannya akan tiba. Ramadhan adalah momentum terbaik untuk pendidikan keluarga, khususnya pendidikan anak. Nuansa kebersamaan suami, istri, dan anak dalam Ramadhan sungguh sangat terasa, sehingga momentum penuh berkah ini dapat dimaknai sebagai sebuah pendidikan mental, spiritual, dan sosial. Rasulullah SAW selalu membiasakan bersahur dan berbuka bersama dengan anggota keluarga dan selalu menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya kepada mereka.

Karena itu, orang tua sangat dianjurkan untuk melatih anak berpuasa sejak dini. Puasa anak tidaklah sia-sia karena meskipun belum mencapai akil baligh, ibadah puasanya tetap dicatat oleh Allah SWT sebagai kebaikan. Latihan berpuasa bagi anak tidak hanya menambah nilai keberkahan bagi keluarga (ayah dan ibunya), tapi dapat menumbuhkan kesadaran dan spirit keberagamaan yang positif bagi masa depannya. Doa anak kecil yang sedang puasa juga sangat didengar Allah SWT.

Hasil riset Dr Muhammad Mustafa al Samri, Washaya al Aba'  fi Shiyam al Abna' (Pesan Orang Tua tentang Puasa Anak) menunjukkan bahwa anak-anak yang berpuasa Ramadhan cenderung mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak berpuasa. Selain itu, anak yang berpuasa cenderung lebih mampu mengemban tanggung jawab (amanah) dan lebih cepat dewasa dalam bersikap, berpikir, dan berperilaku.

Puasa bagi anak juga sarat manfaat. Melalui puasa, anak dididik untuk disiplin waktu. Mereka membiasakan diri bangun lebih pagi, shalat Subuh berjamaah, bertadarus bersama keluarga, dan belajar. Puasa juga mendidik anak untuk berlatih sabar dalam menahan rasa lapar dan dahaga, sabar dalam mengendalikan diri dari kebiasaan "serbaenak", dan kemanjaan-kemanjaan lainnya.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat tentang qiamul lail menyimpulkan, kebiasaan bangun malam, diikuti gerakan ringan seperti shalat, menghirup udara, dan minum air putih sangat baik bagi ketahanan dan kesehatan tubuh. Anak yang dibiasakan bangun malam atau pada waktu sahur akan memiliki kebugaran tubuh yang prima. Karena itu, melatih dan membiasakan anak berpuasa sangat penting untuk kesehatan dan kebugaran fisik mereka di masa depan.

Persoalannya kemudian adalah sejak kapan dan bagaimana orang tua harus melatih dan membiasakan anaknya berpusa? Sebagian ahli pendidikan Islam berpendapat, sebaiknya puasa anak dimulai pada usia tujuh tahun, sebagaimana Rasulullah SAW menganjurkan orang tua agar memerintahkan anaknya melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun dan jika pada usia 10 tahun belum terbiasa shalat agar diberikan sanksi yang lebih tegas lagi, misalnya, pukulan ringan dengan niat mendidik bukan emosi. (HR Abu Dawud).

Pakar pendidikan menyarankan, dimulai dari usia 10 tahun. Tetapi, bagi sebagian anak perempuan saat ini, usia 10 tahun terkadang sudah menginjak usia akil baligh. Karena itu, latihan puasa perlu dibiasakan bagi anak sedini mungkin.

Tentu saja, latihan puasa harus diberikan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan fisik anak. Mula-mula, anak dilatih puasa hingga tengah hari. Artinya, anak diajak makan sahur bersama keluarga dan diperkenankan berbuka pada waktu Zhuhur, kemudian dilanjutkan lagi berpuasa hingga Maghrib. Setelah itu, anak dilatih puasa hingga Ashar, dan akhirnya puasa dari waktu sahur hingga Maghrib.

Yang terpenting dalam pembiasaan ini adalah pengawasan dan motivasi dari orang tua, sehingga tidak mudah tergoda oleh temannya yang kebetulan tidak puasa. Sebagai orang tua, kita harus meyakini bahwa melatih anak berpuasa sejak dini merupakan salah satu strategi pendidikan mental spiritual yang efektif bagi masa depan anak dan bangsa. Marhaban ya Ramadhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement