Oleh: Prof H Dadang Kahmad
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidup manusia mengikuti sunatullah. Ada kalanya gembira dengan berbagai anugerah dan kenikmatan, ada kalanya susah dengan berbagai musibah dan kegagalan. Manusia tidak selamanya sukses dan lancar dalam hidupnya, ada kalanya gagal dan penuh dengan kesukaran. Semua itu, harus dihadapi dengan kesadaran.
Allah SWT mengingatkan dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 155-156, kesabaran akan melahirkan kegembiraan. “…. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu, orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Sementara, bagi manusia yang selalu berkeluh kesah, berburuk sangka pada dirinya, orang lain, bahkan Tuhan, serta menghabiskan waktunya dengan ratapan kesedihan akan merasakan waktu terasa lama, berputus asa, dan jauh dari bahagia.
Seperti kisah seorang anak yang mengeluhkan kesulitan dan kerasnya hidup kepada ayahnya. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Harapan untuk bangkit telah hilang, sementara catatan kesedihan memenuhi lembar kehidupannya. Ketika satu persoalan belum juga terselesaikan, masalah lainnya telah muncul, silih berganti tiada henti.
Mendengar keluhan anaknya tersebut, sang ayah hanya tersenyum. Lalu, diajaknya sang anak itu ke dapur bersamanya. Diambilnya tiga buah panci, diisinya masing-masing dengan air dan meletakkannya di atas kompor yang menyala. Pada panci pertama, sang ayah memasukkan wortel, yang kedua telur, dan yang ketiga beberapa biji kopi tumbuk. Dibiarkannya air itu mendidih.
Dalam masa menunggu itu, keduanya terdiam seribu bahasa, meski sang anak sudah tak sabar masih tak paham dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya. Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api lalu mengambil wortel dan meletakkannya di sebuah piring. Begitu pula telur pada panci kedua, diambilnya dan diletakkannya di piring yang sama. Terakhir, ia menyaring kopi dan meletakkannya di piring itu juga.
Kemudian, sang ayah bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi,” jawab sang anak. Dimintanya sang anak mendekat dan memegang wortel. Anak itu mengatakan, wortel itu terasa lunak. Kemudian, sang ayah meminta anaknya mengupas telur, sang anak mengatakan telur rebus itu kini terasa keras. Saat mencicipi kopi, sang anak tersenyum dan bertanya, ”Ayah, apa maksud semua ini?”
Ayahnya lalu menjelaskan bahwa setiap benda tadi telah mengalami hal yang sama, yaitu direbus dalam air mendidih. Setelah direbus, ketiganya berubah. Wortel yang semula keras, berubah menjadi lunak. Sebaliknya, telur yang tadinya lunak dan mudah pecah, setelah direbus menjadi keras dan kokoh. Sementara, biji kopi tumbuk berubah menjadi sangat unik, mengubah air yang direbusnya.
“Maka, seperti apakah dirimu?” tanya sang ayah kepada anaknya. “Saat kesulitan, kesusahan, dan kesedihan menimpamu, perubahan apa yang terjadi pada dirimu? Apakah kau menjadi sebatang wortel, telur, ataukah biji kopi?”
Kisah di atas memberikan pelajaran bahwa seberapa pun sulitnya kehidupan, sebagai orang beriman, kita harus dapat menghadapainya dengan penuh kesabaran. Permasalahan hakikatnya batu ujian. Seberat apa pun permasalahan yang menghadang, jangan menjadikan amal kebaikan berkurang. Setiap persoalan yang dihadapi merupakan alat ukur kualitas amal.
Bagi mereka yang bersabar, akan dibalas Allah dengan martabat yang tinggi. Sebagaimana yang dinyatakan-Nya adalah surah al-Furqan ayat 75, “Mereka itulah yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.” Wallahu’alam.