Kamis 22 Feb 2018 04:13 WIB

Menyoal Batasan Aurat untuk Mahram

Para Ulama memiliki sejumlah pendapat soal batasan tersebut.

Rep: A Syalabi Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Mahram (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Mahram (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Setiap perempuan memiliki mahram yang tidak boleh dinikahi berdasarkan tuntunan Alquran. Para ulama membagi mahram menjadi mahram muabad (selama-lamanya) dan muaqat (dilarang dinikahi untuk kondisi tertentu).

Mahram muabad bisa terjadi karena tiga hal, yakni akibat nasab atau hubungan darah, pernikahan, dan persusuan. Contoh hubungan mahram muabad karena nasab adalah ayah, abang, keponakan kandung, paman, hingga adik kandung.

Untuk konteks hubungan pernikahan contohnya adalah ayah mertua. Sementara, hubungan persusuan, yakni orang yang sama-sama mendapatkan susu dari ibu kandung sesuai dengan aturan syara', meski bukan saudara kandung.

Dalam konteks mahram muabad, masih banyak pertanyaan mengenai batasan aurat yang bisa diperlihatkan kepada objek mahram kita. Allah SWT sudah memerintahkan kita untuk tidak menampakkan perhiasan kecuali kepada be berapa golongan dalam konteks mahram sebagaimana berikut.

"Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau pu tra-putra suami mereka, atau saudarasaudara laki-laki mereka, atau putraputra saudara lelaki mereka, atau putraputra saudara perempuan mereka..." (QS an-Nur: 31).

Ustazah Aini Aryani menjelaskan, dalam mazhab Hanafi, perhiasan dalam ayat tersebut dimaknai sebagai anggota tubuh yang lazim mengenakan perhias an. Dengan demikian, yang boleh di per lihatkan kepada mahram adalah anggota tubuh yang biasa mengenakan mahkota, telinga, dan sebagainya.

Pertama, mahkota kerap dikenakan kepala. Kedua, anting dikenakan oleh te linga. Ketiga, ge lang dikenakan pergelangan tangan. Ke empat, kalung dikenakan oleh leher. Ter a khir, gelang kaki dikenakan kaki. De ngan demikian, ma zhab Hanafi berpen da pat jika lima ang gota tubuh tersebut yang boleh diperlihatkan kepada mah ram.

Sementara itu, Ustazah Aini menjelaskan, mazhab Hanbali dan Maliki ber pendapat, batasan aurat yang boleh diperlihatkan kepada mahram adalah anggota tubuh yang biasa dibuka ketika beraktivitas di dalam rumah sesuai de ngan kebiasaan masyarakat setempat.

Namun, di luar tempat seperti kamar man di. Contohnya, yakni ruang tamu, da pur, dan sebagainya. Dengan demikian, jika paramater yang diambil adalah In donesia maka batasan aurat yang bisa diperlihatkan dalam mazhab Hanbali dan Maliki, yakni kepala, telinga, tangan, dan kaki.

Mazhab Syafii merupakan mazhab yang paling ringan dalam masalah batas an aurat kepada mahram. Ustazah Aini menjelaskan, mazhab Syafii berpendapat jika batasan aurat dalam mazhab Syafii, yakni apa yang ada selain di antara pusar dan lutut. Hanya, dengan catatan, dibuka nya aurat tersebut aman dari fitnah. Fit nah di sini berarti membuat orang ingin bermaksiat.

Ustazah Aini pun mencontohkan, ada kalanya seorang perempuan memiliki mertua yang berstatus sebagai duda. Sementara itu, perempuan ini punya ke butuhan untuk menyusui anaknya. Me nu rut Ustazah Aini, untuk menghindari fitnah, sebaiknya perempuan itu meng hindari dalam memperlihatkan bagian payudaranya kepada mertua karena ala san fitnah tersebut. Jika kondisinya aman, dalam artian mertuanya masih mempunyai istri maka tidak masalah saat menyusui anak di depan mertuanya itu. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement