Senin 20 Nov 2017 15:45 WIB

Fatwa pada Zaman Tabiin

Rep: Marniati/Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Fatwa (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Fatwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam menghadapi perkembangan kehidupan, dengan berbagai persoalan yang memerlukan penetapan hukum tapi tidak terdapat dalam Alquran dan sunah, para sahabat melakukan ijtihad. Ada beberapa sahabat yang menentukan langkah-langkah dalam berijtihad (Abu Bakar dan Umar). Pada periode ini ijtihad sahabat belum dibukukan.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan, Rafi' ibn Khudaij termasuk salah satu mufti negara Islam bersama mufti-mufti besar lainnya, seperti Abdullah ibn Abbas, Abu Sa'id al-Khudris dan Salamah ibn al-Akwa.

Mereka memberi fatwa menyangkut fikih dan berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam. Fatwa-fatwa ini kemudian menjadi pelajaran sekaligus pijakan hukum amat penting bagi generasi setelah mereka.ed: nashih nashrullah.

Era Tabiin dan Realitas Hidup yang Kian Kompleks

Setelah masa khalifah yang keempat berakhir, fase selanjutnya adalah zaman tabiin yang pemerintahannya dipimpin Bani Umayyah. Menurut Noor Naemah Abd Rahman dalam Sejarah Kegiatan Fatwa Pada Era Al-Tabi'in, kegiatan fatwa pada era tabiin memperlihatkan beberapa perkembangan dan kemajuan karena desakan realitas kehidupan umat Islam pada waktu tersebut.

Era tabiin dimulai dari masa transisi kekuasaan pemerintahan dan administrasi ke tangan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan pada 41 H dan berlanjut sampai awal kurun kedua Hijriyah, yaitu masa berakhirnya pemerintah Bani Umayyah. Era ini dikenal era tabiin walaupun masih ada sejumlah kecil sahabat yang masih hidup yang dikenal sebagai sighar al-sahabat.

Generasi tabiin adalah mereka yang sempat berguru dengan tokoh-tokoh ilmuwan dari generasi para sahabat, seperti abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Zayd bin Thabit, Abdullah bin Mas'ud, dan lainnya.

Para sahabat juga sangat berat dalam menciptakan generasi tabiin yang nantinya harus mampu mewarisi kemampuan ilmiah yang memungkinkan mereka berijtihad dan memegang tanggung jawab fatwa.

Fatwa pada zaman tabiin masih mengambil tempat sebagai instrumen utama dalam memperkembangkan konsep dan prinsip hukum Islam. Fatwa juga diperlukan jika ada perubahan dan pembaruan yang terjadi dalam masyarakat Islam yang membutuhkan komitmen hukum yang meluas.

Namun, secara umum, fatwa dan perundangan pada era fabiin masih hampir sama dengan apa yang terjadi pada zaman sahabat. Mereka masih berpegang kepada metode ijtihad yang dilalui oleh para sahabat dengan mengacu kepada Alquran dan sunah dan berikutnya ijtihad para sahabat.

Jika tidak juga ditemukan solusi maka mereka akan berijtihad sebagaimana para sahabat berijtihad. Tapi, terkadang generasi tabiin ini juga bergantung kepada rasionalitas dalam membuat keputusan hukum dan fatwa.

Lebih-lebih lagi dalam menghadapi berbagai perubahan dan fenomena baru dalam masyarakat yang menyentuh seluruh kehidupan dan yang berkaitan dengan isu-isu kemasyarakatan maupun isu agama secara khusus.

Ditambah lagi kedudukan politik negara pada zaman ini tidak begitu stabil dan mulai mengalami perubahan dari keutuhan sebelumnya. Perpecahan yang tercetus pada akhir zaman keempat khalifah pengganti Rasulullah telah mulai meluas. Akhirnya, terbentuk tiga kelompok politik yang nyata dalam negara, seperti Khawarij dan Syiah.

Munculnya  kelompok-kelompok politik ini turut memengaruhi kegiatan fatwa karena masing-masing pihak mempunyai pendirian hukum dan metodologi yang saling berbeda satu sama lain.

Hal ini menyebabkan ketidakstabilan di kehidupan masyarakat ditambah lagi adanya sistem pemerintahan negara yang banyak menyimpang dari panduan syariat.

Keputusan-keputusan fatwa dan hukum telah dijadikan bahan manipulasi oleh pemerintah untuk membenarkan dasar yang dibuat. Melihat hal ini, para ulama mengambil sikap untuk tidak mendekati golongan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement