Rabu 14 Jun 2017 21:11 WIB

Bolehkah Sebarkan Isu?

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Media Sosial
Foto: Antara
Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah gempita keterbukaan in formasi, berba gai kabar mudah tersebar, l alu ter serap oleh ber bagai ka la n gan. Asal mu asalnya bisa beragam. Isu-isu yang tak bertanggung jawab bisa muncul dari dunia maya, seperti celotehan di Twitter ataupun status seseorang di Facebook. Bahkan, tak jarang isu tersebut ditebarkan justru oleh media massa. “Kabar burung” itu acap kali memantik kebingungan di masyarakat.

Fenomena itu menarik perhatian banyak otoritas fatwa di berbagai negara, tak terkecuali dua lembaga fatwa resmi di Timur Tengah, yaitu Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA). Menurut Dar al-Ifta Mesir, menebar isu apa pun berupa kabar bohong dan belum mendapat klarifikasi atau pernyataan resmi dari otoritas atau pihak yang berwenang maka hukumnya haram. Sekalipun, isu tersebut benar adanya. Ini karena dianggap bisa berdampak pada kekacAuan.

Aksi semacam ini, dalam kajian lembaga yang pernah dipimpin oleh mantan mufti agung Mesir Syekh Ali Jumah, masuk ka tegori irjaf yang dilarang. Larangan itu seperti terulang di ayat 60-61 surah al- Ahzab. Irjaf memang pada dasarnya lebih dekat pada aksi yang memicu kerusuhan. Tetapi, merujuk pendapat Ibn Abbas, penjelmaan lain dari irjaf adalah menenar fitnah dan isu.

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orangorang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah), melainkan dalam waktu yang sebentar dalam keadaan terlaknat.

Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” Ketentuan haram, tak hanya berlaku ba gi si penebar isu. Tetapi, larangan yang sama juga di tujukan untuk se genap masyarakat yang menjadi objek penebaran isu. Di hadis riwayat Ibn Hibban dari Abu Hurairah, Rasululah SAW melarang seseorang menyebarkan tiap isu apa pun yang ia dengar dan terima. Terlebih, jika isu tersebut dusta semata. Hadis ini menguatkan riwayat Bukhari Muslim dari al-Mughirah bin Sy’ubah tentang kecaman atas tradisi “katanya” (qila wa qala).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement