Jumat 12 Aug 2016 16:17 WIB

Bolehkah Wanita Ikut Shalat Jumat?

Rep: Hafidz Muftisany/ Red: Agung Sasongko
Shalat Jumat
Foto: Prayogi/Republika
Shalat Jumat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di beberapa negeri Muslim dan Timur Tengah, beberapa masjid menyediakan fasilitas ruangan khusus bagi wanita yang ingin menunaikan shalat Jumat. Seperti Masjid Al Azhar dan masjid-masjid besar di Kairo Mesir yang menempatkan kaum wanita di lantai dua. Demikian juga di Masjidil Haram, Makkah.

Ada zona khusus yang disediakan untuk wanita yang ikut shalat Jumat. Hal seperti ini dirasa masih asing di tanah air. Bagaimanakah kedudukan wanita yang ikut shalat Jumat tersebut? Secara spesifik, tidak ada dalil yang melarang kaum wanita untuk ikut menunaikan shalat Jumat.

Kaum wanita tidak dibebani kewajiban shalat Jumat. Namun, bagi mereka yang ingin ikut, tidak ada pula nash yang melarangnya. Hal ini berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Shalat Jumat itu fardhu (wajib) bagi setiap Muslim, kecuali empat golongan; orang sakit, hamba sahaya, orang musafir, dan wanita." (HR Bukhari).

Beberapa ulama di Arab Saudi dan Timur Tengah menyarankan kaum wanita untuk tidak ikut shalat berjamaah di Masjid. Apalagi, ikut shalat Jumat yang fitnahnya tentu lebih besar dibanding shalat berjamaah biasa. Namun, hal ini hanya sebatas saran dan tidak masuk ke ranah hukum.

Hal ini berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Shalatnya salah seorang dari kalian (wanita) di makhda' (kamar khusus yang dipergunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan, shalat di kamarnya lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan, shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid kaumnya. Dan, shalat di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku (di masjid)." (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).

Mufti Arab Saudi, Syekh Ibnu Al-Utsaimin dalam Majmu' Fatawa pernah ditanya, manakah yang lebih afdhal bagi wanita untuk shalat di ru mah atau di Majidil Haram. Sebagaimana diketahui, fadhilah shalat di Masjidil Haram sangatlah besar, yaitu 100 ribu kali lipat shalat di masjid biasa. Berdalil dari hadis tersebut, Al-Utsaimin tetap mengatakan, shalat wanita di rumah tetap lebih afdhal dibanding shalat di Masjidil Haram sekalipun.

Adapun zona khusus wanita yang tersedia di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, menurut Al- Utsaimin, sebenarnya bagi wanita musafir yang tengah menjalankan haji atau umrah. Mereka boleh mengikuti shalat berjamaah dan shalat Jumat karena memang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Akan tetapi, lebih disukai bagi mereka untuk menunaikan shalat di rumah saja.

Imam al-Nawawi dalam al-Majmu' Syahr al- Muhadzdzab (4/495) mengatakan, kaum wanita yang difasilitasi menunaikan shalat Jumat dan mereka ikut menunaikannya maka shalat mereka pun dipandang sah sebagaimana shalat kaum lelaki. Mereka tidak perlu pula mengulang shalat Zhuhur. Pendapat ini dipakai seluruh mazhab dan mayoritas para ulama. Lajnah Daimah (Komisi Fatwa) Arab Saudi juga pernah mengeluarkan fatwa senada.

Ulama Mesir Syekh Musthafa al-Adawi juga menegaskan kebolehan shalat Jumat bagi kaum wanita. Ia mengatakan, jika ada wanita yang turut melaksanakan shalat Jumat bersama kaum laki-laki maka yang demikian sudah mencukupi (kewajiban shalat Zhuhurnya). Sehingga, tidak perlu lagi mereka melaksanakan shalat Zhuhur.

Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (2/341) mengatakan, sebenarnya asal hukum wajib shalat Jumat adalah sama antara laki-laki dan wanita. Gugurnya kewajiban shalat Jumat bagi wanita sama dengan hukum orang yang sakit. Jika lakilaki yang sakit memaksakan diri untuk tetap berangkat shalat Jumat maka shalatnya sah. Demikian pula bagi wanita yang ikut shalat Jumat.

Dalam Fatwa al-Mar'ah al-Muslimah terbitan Darul Ibnu al-Haitsam (112) disebutkan, shalat Jumat yang dipandang sah bagi kaum wanita jika mereka ikut menunaikannya di masjid bersama jamaah laki-laki lainnya. Tempat mereka harus terpisah dari laki-laki dan memang disediakan khusus untuk mereka. Tidak sah jika shalat Jumat tersebut mereka lakukan di rumah. Jika di rumah, wanita tetap melakukan shalat Zhuhur sebagaimana biasa.

Persoalan ini juga pernah dibahas di masa Sahabat Nabi dan Tabi'in. Abdurrazaq dalam Mushannaf (3/146) dengan riwayat dan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij pernah berkisah tentang persoalan ini. Ibnu Juraij pernah menceritakan kepadanya kalau ia pernah bertanya kepada Atha' tentang perempuan yang ingin ikut shalat Jumat. "Bila dia (wanita itu) ingin menghadirinya maka tidak apa-apa, dan bila tidak menghadirinya juga tidak apa-apa," jawab Atha' atas pertanyaan Ibnu Juraij.

Bolehnya kaum wanita mengikuti shalat Jumat sangat membantu mereka yang tengah bermusafir. Jika sebuah keluarga bermusafir di hari Jumat, biasanya hanya kaum laki-laki saja yang pergi menunaikan shalat Jumat. Kaum wanita yang ikut bersamanya hanya menunggu di mobil atau di tempat istirahat.

Setelah kaum lelaki selesai menunaikan shalat Jumat, barulah kaum wanita menunaikan shalat Zhuhur. Hal ini tidaklah salah. Namun sebenarnya, kaum wanita bisa juga memilih untuk ikut shalat Jumat jika pengurus masjid memfasilitasi tempat untuk mereka.

Perkara kaum wanita yang ikut shalat Jumat sebenarnya sudah ada di zaman Rasulullah SAW. Hasan al-Bashri mengatakan, di zaman Rasulullah, para sahabiyah dari golongan muhajirin ikut menunaikan shalat Jumat bersama Rasulullah SAW. Mereka mengikuti ritual shalat Jumat sebagaimana kaum lelaki dan tidak perlu lagi melakukan shalat Zhuhur setelahnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement