Ahad 18 Feb 2018 16:32 WIB

Pengadilan di Jerman Larang Azan Lewat Pengeras Suara

Seruan azan tidak boleh dibandingkan dengan dering lonceng di gereja-gereja Kristen.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Masjid Sehitlik di Jerman (Ilustrasi)
Foto: webmastergrade.com
Masjid Sehitlik di Jerman (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  BERLIN -- Sebuah pengadilan di Jerman pada Kamis lalu telah memerintahkan sebuah masjid untuk menghentikan seruan shalat (azan) untuk shalat Jumat, setelah mendapat pengaduan dari pasangan Kristen yang tinggal dengan jarak sekitar satu kilometer dari masjid. Pasangan di kota Oer-Erkenschwick, dekat Dortmund, merasa keberatan dan mengatakan, panggilan muazin tersebut melanggar hak-hak agama mereka.

Pengadilan Administratif Gelsenkirchen di North Rhine-Westphalia memutuskan, bahwa kota tersebut belum benar-benar menilai permintaan komunitas Muslim Turki setempat pada 2013 untuk menyiarkan seruan untuk shalat tersebut. Namun, masjid masih bebas untuk mengajukan permohonan izin.

Menurut laporan media setempat Westfalen Post, Kota Oer-Erkenschwick pertama kali diberikan izin untuk panggilan shalat melalui pengeras suara atau disebut azan oleh Perhimpunan Islam-Turki untuk Urusan Agama (Ditib) pada 2013. Setiap Jumat siang sejak imam setempat mengeluarkan seruan umum untuk shalat selama dua jam, sampai beberapa warga setempat mengeluh ke kota atas izinnya untuk masjid.

Penggugat tersebut mengatakan,seruan azan tersebut adalah semacam nyanyian vokal dengan nada yang memiliki dampak mengganggu pada diri mereka. Mereka mengatakan, sangat prihatin dengan isi seruan azan tersebut.

"Ini menempatkan Allah di atas Tuhan kita orang Kristen. Dan sebagai orang Kristen yang tumbuh di sini di lingkungan Kristen, saya tidak dapat menerima hal itu," kata Hans-Joachim Lehmann (69 tahun), kepada surat kabar Tabloid Bild, dilansir dari Muslim Village, Ahad (18/2).

Sementara pengacara mereka mengatakan, seruan azan tidak boleh dibandingkan dengan dering lonceng di gereja-gereja Kristen. Menurutnya, bunyi lonceng adalah suara normal dan panggilan muazin adalah sesuatu yang lebih keras.

"Sesuatu diungkapkan secara verbal. Pada dasarnya, ini adalah kredo terkompresi dan seseorang dipaksa untuk berpartisipasi," kata pengacara Wolfgang Wesener pada harian Rheinische Post.

Pihak masjid sendiri mengatakan, panggilan untuk shalat berlangsung selama dua menit pada sekitar pukul 13.00 WIB. Seruan azan dilakukan hanya pada hari Jumat.

"Kami tidak pernah memiliki keluhan dan kami memiliki tetangga Jerman yang lebih dekat, hanya berjarak 10 meter," kata Huseyin Turgut, seorang pejabat senior di masjid tersebut kepada kantor berita Reuters.

Pihak pengadilan mengatakan, mereka menemukan jika para pejabat di masjid itu belum benar-benar berkonsultasi dengan para tetangga tentang penerimaan sosial atas panggilan muazin selama proses izin pengeras suara. Dikatakan, para pejabat itu hanya mempertimbangkan tingkat ukuran intensitas suara. Keputusan tersebut tidak sepakat dengan argumen bahwa seruan azan itu melanggar kebebasan beragama pendengar lainnya.

Seruan untuk shalat, yang dikenal sebagai azan, biasanya dikeluarkan oleh masjid lima kali dalam sehari. Panggilan dilantunkan oleh muazin, yang peran utamanya adalah seruan untuk melaksanakan shalat, dan ini dianggap sebagai bentuk seni. Panggilan tersebut meminta umat Islam untuk shalat dan juga mengomunikasikan ringkasan keyakinan Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement