Jumat 05 Dec 2025 19:56 WIB

Transformasi Digital AMUHI: Ekosistem Terpadu untuk Umrah dan Haji  

Industri perjalanan Umrah dan Haji di Indonesia memasuki fase perubahan besar.

Asosiasi Milenial Umrah Haji Indonesia (AMUHI)
Foto: Dok Republika
Asosiasi Milenial Umrah Haji Indonesia (AMUHI)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Industri perjalanan Umrah dan Haji di Indonesia memasuki fase perubahan besar. Meningkatnya kebutuhan jamaah terhadap transparansi, layanan yang terstandar, serta akses informasi yang lebih akurat mendorong para penyelenggara travel untuk beradaptasi dengan pendekatan baru.

Pemerintah juga memperketat regulasi—mulai dari penataan izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), penguatan pengawasan, hingga instruksi agar masyarakat hanya menggunakan travel berizin resmi.

Baca Juga

Dalam beberapa pernyataan publik, pemerintah menekankan pentingnya literasi jamaah, validasi izin secara mandiri, serta keharusan penyelenggara menghadirkan layanan yang akuntabel.

Pengamat haji seperti Dr. Saiful Mujab juga pernah menyoroti bahwa modernisasi ekosistem informasi adalah langkah mendesak untuk menekan potensi penipuan dan ketidakteraturan layanan.

Di tengah kebutuhan tersebut, muncul generasi baru pelaku industri yang lebih akrab dengan teknologi. Cara pandang ini mendorong pendekatan yang lebih progresif: bahwa teknologi bukan sekadar pelengkap operasional, melainkan fondasi tata kelola travel, mulai dari edukasi penyelenggara, sistem informasi jamaah, hingga kanal komunikasi publik.

Gerakan dan kebutuhan inilah yang kemudian melandasi berdirinya Asosiasi Milenial Umrah Haji Indonesia (AMUHI) pada 2025 di Jakarta. Organisasi ini menghimpun pemilik dan founder travel dari berbagai wilayah Indonesia, dengan fokus pada peningkatan profesionalisme, peningkatan literasi publik, serta pembentukan standar layanan berbasis teknologi.

Agar berdampak luas, keanggotaan yang signifikan dan kerja sama kelembagaan dengan pemerintah menjadi faktor yang sangat menentukan arah gerak asosiasi.

Dalam kerangka itu, organisasi merancang sebuah peta jalan digital sebagai fondasi strategi. Tidak seperti asosiasi konvensional, pendekatan yang dibangun berorientasi ekosistem, di mana layanan edukasi, informasi publik, dan mekanisme perlindungan ditempatkan dalam satu sistem yang terintegrasi.

Peta jalan tersebut disusun dalam enam pilar digital: Academy, Check, Protect, Care, Network, dan Digital. Enam rancangan ini belum sepenuhnya dioperasikan, namun menjadi kerangka kerja awal yang disiapkan agar dapat menghadirkan dampak langsung ketika diimplementasikan.

Beberapa pilar dirancang untuk menjawab kebutuhan publik yang paling mendesak, seperti sistem pengecekan travel resmi yang dapat membantu jamaah memvalidasi izin secara mandiri sebelum bertransaksi, sejalan dengan anjuran pemerintah.

Sekretaris Jenderal AMUHI, Dwita Syahranu menjelaskan bahwa pilar-pilar tersebut dirancang berdasarkan kebutuhan lapangan yang selama ini langsung dirasakan penyelenggara.

“Rancangan utama seperti fitur pengecekan izin berbasis database resmi, pusat edukasi penyelenggara, dan kanal informasi publik disusun agar dapat mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem layanan ibadah,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa rancangan pilar seperti Academy dan Protect disiapkan untuk memperkuat kompetensi SDM serta meningkatkan perlindungan jamaah. Sementara kanal informasi publik diproyeksikan menjadi ruang edukasi dan komunikasi yang dapat memperluas literasi masyarakat terhadap isu-isu penyelenggaraan ibadah.

Dengan arah regulasi yang terus diperbarui pemerintah serta meningkatnya kebutuhan masyarakat akan travel yang kredibel, kehadiran organisasi baru seperti ini berpotensi memperkaya ekosistem industri — selama mampu melakukan implementasi nyata, memperkuat kolaborasi dengan otoritas, dan menghadirkan manfaat langsung bagi jamaah maupun penyelenggara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement