Selasa 16 Sep 2025 07:53 WIB

Bukti Keadilan Islam, Ayat Alquran Turun untuk Bela Non-Muslim dari Tuduhan Keji

Turunnya wahyu ini menegaskan bersihnya seorang Yahudi dari tuduhan pencurian.

ILUSTRASI Alquran. Sebuah ayat Alquran turun sehingga membebaskan seorang non-Muslim dari tuduhan mencuri.
Foto: pxhere
ILUSTRASI Alquran. Sebuah ayat Alquran turun sehingga membebaskan seorang non-Muslim dari tuduhan mencuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Thu’mah bin Ubairiq adalah seorang Arab dari kalangan penduduk asli Madinah. Karena itu, ia dapat mengidentifikasi diri sebagai golongan Anshar. Namun, berbeda dari kelompok Anshar yang sahabat Nabi Muhammad SAW, ia memiliki kecenderungan munafik.

Pada suatu hari, Thu'mah mendapati Qatadah bin Numan meninggalkan baju perang miliknya di depan rumah. Saat Qatadah yang juga sahabat Nabi itu sedang lengah, ia pun mencuri zirah tersebut.

Baca Juga

Tiba-tiba, Qatadah keluar dari rumah. Thu'mah pun lari terbirit-birit. Dalam keadaan panik, ia menghampiri kediaman tetangganya, Zaid as-Saimin, yang adalah seorang Yahudi.

"Wahai tetanggaku, bolehkah aku minta tolong? Aku titip baju perang ini kepadamu," katanya.

Zaid menyanggupi permintaan Thu'mah karena merasa tak ada yang salah. Si Yahudi mengira, baju perang tersebut adalah milik Thu'mah. Orang Anshar ini pun langsung pergi.

Beberapa saat kemudian, datanglah Qatadah dengan membawa massa. Mereka terkejut karena melihat baju milik Qatadah tergantung di pintu rumah Zaid.

"Wahai Yahudi! Mengapa baju zirah ini ada di sini? Apakah kau mencurinya!?" kata mereka.

Zaid terkejut. Ia pun menjelaskan bahwa Thu'mah menitipkan baju perang ini kepadanya.

Karena keterangan ini, Thu'mah pun didatangkan ke lokasi.

Namun, ia justru menolak pernyataan Zaid. Lantaran menganggap Thu'mah adalah sama-sama Muslim, massa dan Qatadah sendiri lebih berpihak kepadanya, alih-alih si Yahudi.

Zaid merasa terpojok. Ia pun mendesak agar perkara ini dibawa kepada Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW mengimbau kepada mereka bertiga, yakni Zaid, Thu'mah, dan Qatadah, agar menjelaskan duduk perkara. Setelah mendengar cerita secara kronologis, orang-orang tetap meminta Nabi SAW agar menghukum Zaid.

Persoalan semakin besar ketika Bani Dhafar, yakni kabilahnya Thu'mah, menyebut-nyebut pengorbanan kaum mereka dalam menolong Nabi SAW. Mereka juga menjelek-jelekkan kaum Yahudi di hadapan Rasulullah SAW.

Bagaimanapun, al-Musthafa tidak terbawa emosi massa.

Merasa sendirian dan lemah, Zaid hanya bisa tertunduk pasrah. Orang Yahudi ini membayangkan nasib buruk yang sebentar lagi akan menimpanya.

Kemudian, turunlah wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Itu adalah surah an-Nisa ayat ke-105 hingga 112. Isinya menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan walaupun terhadap orang yang non-Muslim.

وَمَنۡ يَّكۡسِبۡ خَطِيۡٓـــَٔةً اَوۡ اِثۡمًا ثُمَّ يَرۡمِ بِهٖ بَرِيۡٓــًٔـا فَقَدِ احۡتَمَلَ بُهۡتَانًا وَّاِثۡمًا مُّبِيۡنًا

"Dan barangsiapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia tuduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul suatu kebohongan dan dosa yang nyata" (QS an-Nisa: 112).

Dengan turunnya ayat itu, kebenaran pun terungkap. Thu'mah tak lagi bisa berkelit. Ia akhirnya mengakui benarnya keterangan Zaid dan bahwa ia telah mencuri zirah milik Qatadah. Rasulullah SAW pun memutuskan bahwa orang Anshar bersalah.

Sesudah kejadian ini, Thu'mah semakin terang-terangan menunjukkan kemunafikannya. Bahkan, ia kemudian pergi dari Madinah dan bergabung dengan kaum musyrikin Makkah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement