REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maulid Nabi Muhammad SAW sudah menjadi bagian dari kebudayaan Muslimin, termasuk di Tanah Air. Bahkan, pemerintah RI memberlakukan tanggal merah setiap hari perayaan tersebut. Namun, di kalangan umat sendiri terdapat dua pandangan yang tampaknya cenderung saling bertentangan mengenai “hukum” merayakan Maulid.
AM Waskito dalam bukunya, Pro dan Kontra Maulid Nabi SAW (2014) mengatakan, sebagian pihak mendukung peringatan acara tersebut dengan menjelaskan dalil-dalil syariat yang dipandang sesuai dan keutamaan-keutamaannya. Sebaliknya, pihak lain membantah acara tersebut sembari menuding orang-orang yang melakukannya sebagai “ahli bidah.”
Pembicaraan mengenai Maulid Nabi SAW sudah ada sejak ulama-ulama abad pertengahan, semisal Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Nawawi, dan lain-lain.
Sebagian mereka menguatkan kebolehan penyelenggaraan acara tersebut. Sebagian yang lain menafikannya.
“Jika imam-imam ahli Islam sudah berselisih, tentu umat yang di bawah lebih banyak lagi perselisihannya karena masing-masing merasa mendapatkan legitimasi dari ulama-ulama mu’tabar (kredibel),” tulis Waskito.
Umumnya, argumentasi pro-Maulid Nabi SAW ialah, dalam Alquran dan Sunnah terdapat sejumlah dalil yang mendukung pelaksanaan perayaan itu. Lagi pula, peringatan tersebut sudah jamak dilaksanakan kaum Muslimin di pelbagai penjuru dunia selama ratusan tahun. Dengan perkataan lain, ia sudah dianggap sebagai ijma’ ummat (kesepakatan Muslimin).
Adapun yang kontra-perayaan Maulid meletakkan pendapatnya pada keterangan, tidak ada riwayat bahwa imam-imam mazhab fikih, para ulama generasi tabiut tabiin, tabiin, sahabat Nabi, dan bahkan Rasulullah SAW sendiri yang merayakan hari kelahiran sang Khatamul Anbiya Wal Mursalin, Muhammad SAW.
Satu hal yang perlu digarisbawahi ialah, kedua belah pihak pastilah menyimpan rasa cinta yang begitu tulus terhadap Nabi Muhammad SAW. Lisan mereka mengucapkan shalawat saat nama beliau diucapkan. Dari hati yang terdalam pun, mereka sama-sama berharap, kelak memperoleh syafaat beliau pada hari akhir.
Alhasil, perbedaan pendapat itu hendaknya disikapi dengan bijaksana agar umat tetap bersatu dalam jama’atul Muslimin atau ahlu as-sunnah wa al-jama’ah. Jangan sampai berpecah-belah, apatah lagi saling memusuhi.
Alquran surah al-Hujurat ayat ke-11 mengandung nasihat yang amat menyentuh hati.
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ
“Wahai orang-orang beriman, janganlah satu kaum (Mukmin) mencela kaum (Mukmin) yang lain, karena boleh jadi mereka (yang dicela) lebih baik daripada mereka (yang mencela).”