REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM— Pertanyaan-pertanyaan berkembang di Israel tentang kesiapan tentara untuk melaksanakan rencana pendudukan Kota Gaza sehubungan dengan data mengkhawatirkan yang menunjukkan adanya penurunan kersediaan sumber daya manusia dan logistik.
Dikutip dari Aljazeera, Rabu (27/8/2025), menurut perkiraan tentara Israel, tingkat kepatuhan di jajaran pasukan cadangan tidak melebihi 50-70 persen, dengan tingkat penghindaran tugas yang tinggi karena alasan hati nurani.
Di samping itu pula, ada alasan seringnya terjadi kerusakan pada kendaraan militer, dan kekhawatiran akan menurunnya stok senjata karena pembatasan Eropa dan larangan Jerman untuk mengirim senjata ke Israel.
Surat kabar Haaretz mengungkapkan, dalam sebuah laporannya, sejumlah besar kendaraan militer lapis baja milik tentara Israel mengalami kerusakan.
Laporan tersebut mengindikasikan kru mekanik tentara melakukan upaya intensif untuk memperbaiki tank dan pengangkut personel lapis baja di dalam Jalur Gaza, setelah mengalami kerusakan parah sebagai akibat dari penggunaan terus menerus selama 22 bulan operasi tempur.
Di tingkat politik, ada perbedaan yang jelas antara pemerintah dan militer mengenai kelayakan dan tujuan operasi.
BACA JUGA: Smotrich Siap Bangun Bait Suci, Terompet Sangkakala Mulai Ditiup di Masjid Al-Aqsa, Ya Rabb...
Tingkat militer—yang diwakili oleh Kepala Staf Eyal Zamir—mendorong kesepakatan pertukaran tawanan secara parsial dengan dalih untuk menguras habis sarana tekanan terhadap Hamas.
Di sisi lain, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan perang di Gaza—mempertahankan retorika garis keras, berusaha memasarkan rencana tersebut dengan nama Pukulan Besi dan bukan Kereta Gideon 2 sebagai upaya untuk memproyeksikan citra ketegasan dan pencegahan.
View this post on Instagram