Rabu 06 Aug 2025 11:24 WIB

Sosok Sahabat Nabi yang Selalu 'Sendirian'

Rasulullah SAW telah menubuatkan wafatnya sang sahabat.

Ilustrasi Sahabat Nabi.
Foto: Republika
Ilustrasi Sahabat Nabi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, wilayah kedaulatan Islam membentang kian luas. Banyak orang Arab yang sebelumnya hidup dalam keterbatasan kini menerima harta berlimpah. Di negeri-negeri luar Jazirah, semisal Persia, Suriah, atau Mesir, mereka mendirikan rumah-rumah megah.

Dalam kondisi demikian, ada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang selalu menyuarakan pentingnya para pejabat agar hidup zuhud dan terus memerhatikan kondisi rakyat. Dialah Abu Dzar al-Ghifari.

Baca Juga

Kepada kaum elite, Abu Dzar mengingatkan akan pentingnya mengutamakan urusan akhirat. Dibacakannya firman Allah SWT, yakni surah at-Taubah ayat 34-35.

Artinya, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’”

Abu Dzar sempat menetap di Suriah. Gubernur wilayah tersebut kala itu adalah Muawiyah bin Abi Sufyan—kelak mendirikan Dinasti Umayyah. Di sana, banyak orang Arab yang hidup dalam kemewahan. Sosok dari Bani Ghifar itu terus mendakwahi mereka. Muawiyah pun merasa khawatir akan kedudukan Abu Dzar sebagai seorang sahabat senior.

Bagaimanapun, gubernur Suriah itu merasa segan. Alhasil, dipilihnya cara yang berbeda, yakni menulis surat kepada amirul mukminin di Madinah. Selang beberapa waktu kemudian, Khalifah Utsman mengundang Abu Dzar datang ke Kota Nabi. Terjadilah diskusi panjang antara dua sahabat utama ini.

Pada akhirnya, sang tamu mengambil kesimpulan. Ia berkata, “Aku tak butuh dengan dunia kalian ini.” Abu Dzar lantas meminta dengan hormat kepada Utsman untuk mengasingkan diri ke Rabadzah. Sang khalifah pun mengizinkannya.

Menyingkir tidak berarti membawa bara dalam sekam. Di Rabadzah, Abu Dzar mendengar kabar tentang ketidakpuasan segelintir kalangan terhadap kepemimpinan Utsman. Bahkan, pernah seseorang datang dari Kufah khusus untuk menemuinya. Orang ini membujuknya agar mau ikut memberontak kepada pemimpin berjulukan Dzun Nurain itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement