REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bersama dengan Republika menggelar diskusi akademik bertema "AI dan Masa Depan Ilmu Agama: Membantu, Bukan Mengganti" pada hari ini. Kegiatan yang bertempat di kampus UMJ, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, itu juga diiringi exclusive trial platform dakwah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bernama Aiman Aisha.
Pemimpin Redaksi Republika, Andi Muhyiddin, mengatakan, Republika mengembangkan chatbot AI bernama Aiman dan Aisha sebagai teman belajar.
"Aiman dan Aisha sebagai teman belajar yang siap menjawab pertanyaan dasar seputar agama, dengan cara yang mudah, interaktif dan Insya Allah bisa dipertanggungjawabkan karena saat ini sumbernya kami kunci hanya berdasarkan Alquran," kata sosok yang akrab disapa Dio itu di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir, Gedung Cendekia UMJ, Kamis (3/7/2025).
Menurut dia, anak-anak muda kini kerap menggunakan AI sebagai tempat bertanya. Bahkan, kadang kala pertanyaan-pertanyaan mereka sering kali tak terduga alias out of the box.
Tentu, sambung Dio, jawaban dari AI tidak langsung dapat memberikan semacam fatwa keagamaan. Bagaimanapun, adanya Aiman dan Aisha mencerminkan, generasi muda ingin belajar agama dengan cara yang dekat dan relevan.
Dio mengatakan, Aiman dan Aisha hadir sebagai teman belajar yang siap menjawab kapan saja dan mengarahkan ke sumber ilmu agama. Di era digital, Republika sebagai media massa tidak ingin sekadar menjadi penonton.
Republika memilih beradaptasi dengan tetap menjaga nilai-nilai islami dan akhlak jurnalisme. "Kami percaya, teknologi seperti AI dapat menjadi alat bantu yang mencerahkan jika kita letakan di garda terdepan," ujar Dio.
Menurutnya, kolaborasi Republika bersama dengan UMJ menghadirkan optimisme terhadap masa depan yang di dalamnya perkembangan dakwah Islam dan ilmu pengetahuan berjalan beriringan. Harapannya, generasi Muslim Indonesia tak sekadar kuat imannya, tetapi juga cakap dalam memanfaatkan atau bahkan membuat teknologi.
Republika sendiri terus beradaptasi. Dio menuturkan, media massa ini berdiri sejak tahun 1993 pertama-tama hanya dalam bentuk koran. Pada 1995, Republika menambah platform digital, yakni Republika Online.
Karena itu, lanjut Dio, pihaknya tidak bisa menutup mata terhadap kehadiran AI di dunia kini. Perusahaan jurnalistik pun dapat ambil peran di dalamnya.
"Namun kami sadar, teknologi tidak boleh mengorbankan prinsip kebenaran dan keberpihakan kepada kemaslahatan umat," ujar Dio.
Dio menyampaikan, jika para mahasiswa hendak mencari tahu perihal agama, tetapi takut terkesan "sok alim", maka Aiman dan Aisha bisa menjadi teman. Begitu pun bila mereka cenderung merasa sekadar googling tidaklah cukup.
Namun, Dio mewanti-wanti, AI bukanlah wali. Teknologi ini hanya alat yang memudahkan.
"Karena dalam hidup yang menyelamatkan kita bukan artificial intelligence tapi aktual iman," ujar pemred Republika ini.